Wanaloka.com – Mulai Januari 2023, masyarakat Kota Yogyakarta diajak untuk melakukan Gerakan Zero Sampah Anorganik dengan dilarang membuang sampah anorganik. Sampah-sampah anorganik tersebut harus diolah masyarakat secara mandiri atau melalui bank sampah. Mengingat Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPSA) Piyungan yang menjadi jujugan sampah-sampah dari Yogyakarta, Sleman, dan Bantul sudah over kapasitas. Gerakan tersebut berdasarkan Surat Edaran Wali Kota Jogja Nomor 660/6123/SE/2022.
Setidaknya ada empat jenis sampah yang mesti dipilah. Pertama, sampah organik, yakni sampah yang dapat dijadikan pupuk kompos dan pakan ternak, seperti sisa makanan, sisa dapur, tanaman. Kedua, sampah anorganik adalah sampah yang dapat dimanfaatkan kembali atau didaur ulang, seperti kertas, kaleng, gelas, kardus, botol plastik.
Ketiga, sampah residu adalah sampah yang tidak bis didaur ulang, seperti styrofoam, diapers, pembalut, punting rokok, tisu bekas. Keempat, sampah B3 adalah sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3), semisal obat, pecahan lampu, masker bekas.
Baca Juga: PT Bukit Asam Tanda Tangani Perjanjian Kerja Sama Rehabilitasi Mangrove
Lantas bagaimana agar Gerakan Zero Sampah Anorganik ini bisa menjadi gerakan nasional?
“Apabila keadaan lingkungan sudah tidak baik dan tidak mendukung, dapat dipastikan akan memberikan efek domino yang tidak baik pada keberlangsungan seluruh ekosistem,” kata Ketua Dharma Wanita Pembangunan (DWP) dan Ketua Bidang 1 OASE Kabinet Indonesia Maju, Franka Makarim saat menjadi pembicara pada Webinar Edukasi Penanganan Sampah Plastik pada Anak Usia Dini di Satuan PAUD di Jakarta pada 21 Desember 2022.
Ada beberapa penyebab pencemaran lingkungan. Pertama, pengelolaan sampah yang tidak baik. Kedua, kurangnya pengendalian penggunaan produk. Ketiga, produksi bahan atau media yang berdampak pada pencemaran lingkungan. Keempat, penumpukan sampah tanpa ada tindak lanjut. Kelima, pembiasaan penggunaan plastik sekali pakai secara berlebih yang berimbas buruk terhadap perairan dan tanah.
Baca Juga: Bambang Hero: Belajar Mencegah Kebakaran Hutan dengan Beternak Kambing
Franka menilai Edukasi Penanganan Sampah Plastik (EPSP) menjadi salah satu solusi yang bisa diterapkan dalam pendidikan sejak usia dini untuk membantu mengatasi permasalahan lingkungan. Aktivitas tersebut sekaligus menjadi bagian dari Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) untuk ditanamkan sedini mungkin pada anak-anak.
“Kepedulian masyarakat sedini mungkin terhadap lingkungan sekitar berkaitan erat dengan proses pembentukan karakter anak usia dini yang peduli dan cinta lingkungan. Nilai tersebut menjadi salah satu capaian yang diharapkan dari Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila,” papar Franka.
Discussion about this post