Salah satu contohnya, masyarakat di Gunung Merapi yang cukup unik adanya pengungsian untuk hewan ternak. Tidak hanya berfokus pada keselamatan warga, namun juga keberlangsungan ekonomi jangka panjang bagi masyarakat itu sendiri.
Kesiapsiagaan masyarakat di Gunung Merapi, kata Suharyanto, dapat menjadi contoh daerah lain, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di gunung berapi lainnya, mengingat Indonesia memiliki 127 gunung api yang masih aktif.
Baca Juga: Indonesia Terus Kembangkan Teknologi Alat Peringatan Dini Tsunami
Dalam konferensi pers tersebut, Kepala BNPB Suharyanto mengimbau seluruh unsur pentaheliks untuk berpartisipasi dalam puncak peringatan HKB 2022 dengan membunyikan lonceng atau sirine pukul 10.00 waktu setempat dan melakukan simulasi evakuasi mandiri.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, HKB dapat menjadi salah satu media edukasi dan sosialisasi respons awal kesiapsiagaan menghadapi bencana.
“Harapannya peringatan Hari Kesiapsiagaan Bencana dapat menjadi tempat kita untuk menguji dan melatih hingga akhirnya menjadi budaya yang tersistem dalam struktur kehidupan masyarakat kita,” tutur Dwikorita.
Baca Juga: Gunung Merapi Sejak Rabu Malam hingga Kamis Dinihari Alami Awan Panas Guguran
Dijelaskannya, peringatan dini bencana dibagi menjadi dua aspek yaitu aspek hulu dan hilir. Aspek hulu berhubungan dengan teknologi yang terdiri dari analis, prediksi, dan penyebar luasan informasi. Sementara di bagian hilir adalah aspek yang berkaitan dengan masyarakat.
Peringatan dini yang dikirimkan oleh BMKG selama 24 jam, kata Dwikorita, akan masuk ke sistem-sistem yang dimiliki oleh pemerintah daerah. Namun, apabila di daerah sistemnya tidak berjalan karena berbagai faktor, maka korban akan tetap timbul.
“Semua aspek yang ada pada bagian hulu tidak akan ada artinya jika aspek hilirnya tidak berjalan. Menjadi PR bersama bagaimana masyarakat bisa memahami informasi peringatan dini tersebut,” imbuh Dwikorita. [WLC01]
Discussion about this post