Ketiga, 25 Januari 2021, kebocoran gas H2S dari proyek SMGP menyebabkan lima orang tewas dan puluhan lainnya dirawat di rumah sakit. Para korban, termasuk anak-anak, merupakan warga yang sedang berladang di sekitar wilayah kerja perusahaan. Mereka yang meninggal adalah Suratmi (46 tahun), Syahrani (14 tahun), Dahni, Laila Zahra (5 tahun), dan Yusnidar (3 tahun).
Baca juga: Pengesahan RUU Masyarakat Adat Penting di Tengah Konflik Masyarakat dan Negara
Keempat, 14 Mei 2021, ledakan dan kebakaran terjadi di lokasi proyek SMGP yang hanya berjarak sekitar 300 meter dari permukiman. Akibatnya, warga terpaksa mengungsi karena takut ledakan susulan dan potensi gas beracun.
Kelima, 6 Maret 2022, kebocoran gas H?S kembali terjadi menyebabkan setidaknya 58 orang mengalami gejala muntah, pusing, pingsan, dan harus dirawat intensif di rumah sakit.
Keenam, 24 April 2022, semburan lumpur panas setinggi 30 meter dan disertai bau gas menyengat, menyebabkan 21 warga terpapar dan dirawat. Area persawahan warga turut terendam lumpur panas.
Baca juga: Ironis, Hari Bumi 2025 Masih Ada Puluhan Ribu Lubang Tambang Batu Bara di Kalimantan Timur
Ketujuh, 16 September 2022, semburan kebocoran gas kembali terjadi yang mengakibatkan 8 warga mengalami pusing, mual, hingga pingsan, dan harus dirawat di rumah sakit.
Kedelapan, 27 September 2022, kebocoran gas terjadi lagi. Kali ini, 86 warga menderita pusing, muntah, dan pingsan, dan harus mendapat penanganan medis.
Kesembilan, 22 Februari 2023, kebocoran gas lagi yang menyebabkan setidaknya 123 orang mengalami keracunan dan harus dirawat di rumah sakit.
Baca juga: Teknologi IPHA Hemat Air dan Meningkatkan Produktivitas Padi, Tapi Rentan Hama Tikus
Kesepuluh, 22 Februari 2024, setahun kemudian gas H2S kembali bocor yang menyebabkan 123 warga Desa Sibanggor Julu dan Desa Sibanggor Tonga keracunan. Sebagian di antaranya harus dievakuasi ke fasilitas kesehatan terdekat. Menurut laporan warga, gejala seperti pusing, muntah, dan sesak napas mulai dirasakan sejak pukul 18.30 hingga 21.00 WIB, tak lama setelah perusahaan membuka lubang bor pada pagi hari.
Rentetan peristiwa maut yang telah menelan ratusan korban ini tak pernah diikuti dengan penegakan hukum yang memadai. Jatam mencatat, pemerintah hanya sekali memberikan sanksi kepada PT SMGP berupa pemberhentian sementara operasi setelah tragedi kebocoran gas H2S pada 25 Januari 2021 yang menewaskan lima orang.
“Langkah pembiaran ini telah memperpanjang ancaman terhadap ribuan warga,” kata Kepala Divisi Simpul dan Jaringan Jatam, Imam Shofwan.
Baca juga: Jelantah, Potensial Jadi Bahan Bakar Ramah Lingkungan untuk Pesawat Terbang
Terutama yang tinggal di Desa Sibanggor Julu dan Sibanggor Tonga yang merupakan dua desa yang terkepung kompleks pabrik geothermal PT SMGP.
Tak hanya mengancam keselamatan jiwa, operasi panas bumi PT SMGP juga menghancurkan produktivitas pertanian warga. Sawah-sawah yang hanya berjarak kurang dari 100 meter dari lokasi proyek kini terganggu akibat semburan lumpur panas dan gas beracun. Warga pun trauma untuk menggarap ladang mereka, lantaran asap beracun dari proyek SMGP terus mengepung permukiman.
Kesehatan warga pun perlahan-lahan memburuk. Mereka mengeluhkan batuk berkepanjangan, pilek, demam, hingga sesak napas. Gejala-gejala itu tidak pernah mereka alami sebelum operasi panas bumi ini berjalan.
Baca juga: Gunung Argopuro dan Aliran Sungai Kolbu di Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang
Evaluasi total secara independen
Rentetan kejadian berulang tanpa evaluasi menunjukkan bahwa proyek geothermal, yang diklaim ramah lingkungan dan solusi krisis iklim, justru menjadi petaka bagi warga dan lingkungan. Warga dipaksa menjadi tumbal demi panas bumi: ruang produksi pertanian hancur, sumber air tercemar, kesehatan terganggu, dan ancaman kematian membayangi setiap waktu.
Ini belum termasuk potensi bencana lain yang mengintai, mulai dari limbah industri, zat beracun, gempa bumi, amblesan tanah, hingga hujan asam yang, selama ini disembunyikan secara sistematis oleh pemerintah dan pelaku industri.
Kejadian di di Madina bukan yang pertama dan bukan satu-satunya. Namun juga tengah terjadi di seluruh wilayah operasi panas bumi di Indonesia, seperti di Dieng di Jawa Tengah, Lahendong di Tomohon, hingga Ulumbu, Mataloko, dan Sokoria di Pulau Flores.
Baca juga: Pembangunan PLTN Mulai 2030, BRIN Ingatkan Perubahan Desain dan Keamanan
“Menempatkan geothermal sebagai energi terbarukan bukan hanya menyesatkan, tetapi mencerminkan cara berpikir keliru. Sebab hanya menghitung angka emisi, tanpa mempedulikan nyawa manusia, potensi bencana dalam seluruh tahapan operasi, dan kehancuran ekologis yang ditimbulkannya,” papar Imam.
Jatam dan warga Madina mengecam keras PT SMGP dan pemerintah atas sikap masa bodoh terhadap keselamatan warga dan keberlangsungan ruang hidup mereka.
“Kami mendesak penghentian total operasi PT SMGP, serta evaluasi menyeluruh, independen, dan transparan terhadap seluruh proyek geothermal di Indonesia,” tegas Imam. [WLC02]
Sumber: Jatam
Discussion about this post