Wanaloka.com – Deputy Director Centre Climate Research Singapore (CCRS) Aurel Moise mengungkapkan, wilayah Indonesia, khususnya di selatan khatulistiwa diperkirakan akan mengalami peningkatan nilai maksimum dari Consecutive Dry Days (CDD) atau jumlah hari tanpa hujan berturut-turut dalam satu tahun saat musim kemarau. Lokasi dengan peningkatan CDD terbesar berada di wilayah yang rentan terhadap kebakaran hutan, seperti Sumatera Selatan, Riau, dan sebagian besar Kalimantan.
“Di masa depan, kemungkinan besar akan terjadi peningkatan kejadian kebakaran hutan dan asap kabut saat musim kemarau,” kata Aurel dalam webinar PRIMA’s Talk bertajuk “High-resolution Climate Change Projections for Singapore and the Wider Southeast Asia Region in Support of Climate Impacts Research” yang dihelat Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada 8 Agustus 2024.
Kondisi tersebut dipengaruhi fenomena Indian Ocean Dipole (IOD), yaitu perbedaan suhu hangat di bagian timur dan barat Samudera Hindia yang memengaruhi curah hujan di seluruh Benua Maritim. Selain itu, El Nino Southern Oscillation (ENSO) yang merupakan anomali suhu permukaan laut di Samudra Pasifik, juga berdampak signifikan terhadap curah hujan di wilayah ini.
Baca Juga: Mahasiswa KKN UGM Transplantasi Terumbu Karang di Bunaken dengan Batok Kelapa
“Perbedaan kondisi hangat dan dingin yang disebut La Nina dan El Nino ini sangat berdampak pada curah hujan di seluruh benua maritim,” tegas Aurel.
Melalui laporan studi Singapore’s Third National Climate Change Study (V3) yang berisi hasil penelitian tentang perubahan dampak iklim di Singapura dan Asia Tenggara, Aurel memproyeksikan permukaan air laut akan meningkat di seluruh kawasan Asia Tenggara dengan tingkat yang berbeda-beda hingga akhir abad ini.
Selain itu, tren curah hujan yang bervariasi dan peningkatan suhu udara yang signifikan, terutama pada bulan Juni, Juli, dan Agustus, menjadi kunci utama dalam studinya.
Baca Juga: Warna Medali Olimpiade Paris 2024 Luntur, Apakah Upaya untuk Mengurangi Jejak Karbon?
Ia memperkirakan, permukaan air laut di sekitar Singapura akan naik lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya, karena ada proses-proses utama yang memengaruhi permukaan laut pada skala global, regional, dan lokal.
“Proyeksi kenaikan permukaan air laut di sekitar Singapura sebanding dengan kenaikan Rata-rata Permukaan Laut Global (GMSL),” jelas dia.
Sementara itu, perubahan suhu udara permukaan di Asia Tenggara diperkirakan akan meningkat antara 2 hingga 5,5 derajat Celsius hingga akhir abad ini.
Baca Juga: Kucing di Turki Pernah Dianggap Pahlawan Kesehatan, Ini Alasannya
“Peningkatan suhu yang lebih tinggi terjadi di Myanmar, Thailand, Laos, dan Kamboja. Kemungkinan mencapai enam derajat Celsius selama musim panas,” imbu dia.
Sementara itu, Kepala Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN Albertus Sulaiman mengemukakan, pemahaman yang mendalam tentang iklim di kawasan benua maritim sangat diperlukan untuk memahami dan memproyeksikan perubahan iklim di masa depan.
“Apa saja yang menjadi faktor penggerak utama dari iklim yang terjadi di kawasan ini harus diselidiki,” ucap dia.
Baca Juga: Anak Banteng Jantan Lahir di Taman Nasional Baluran
Discussion about this post