Wanaloka.com – Ancaman global perubahan iklim mengakibatkan wilayah pesisir dan pulau kecil menjadi wilayah paling rentan. Upaya mitigasi dan adaptasi dari dampaknya perlu didorong untuk dilakukan.
Dalam konteks mitigasi, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB University sebagai learning center pengelolaan pesisir terpadu menginisiasi program solutif untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) berbasis natural resources solutions melalui pengembangan mitigasi ekosistem karbon biru (blue carbon ecosystem).
PKSPL IPB University akan mendorong skema riset dan program capacity building. Sebab pemahaman dan kapasitas sumber daya manusia dalam menyelenggarakan sistem measurement, reporting and verification (MRV) pengurangan GRK, khususnya dalam ekosistem karbon biru masih terbatas.
Baca Juga: Permintaan Bantuan Hukum Penggugat Iklim Pulau Pari Dikabulkan Pengadilan Swiss
“Sementara dunia internasional dan pemerintah sedang mendorong blue carbon (mangrove dan lamun) menjadi sektor yang sangat potensial. Sektor yang dapat berkontribusi dalam pencapaian nationally determined contribution (NDC) untuk setiap negara anggota PEMSEA, termasuk Indonesia,” kata Presiden PEMSEA Network Learning Centre (PNLC) yang juga Kepala PKSPL IPB University, Prof. Yonvitner dalam PNLG Forum di Xiamen Fujian Hotel, Kota Xiamen, Provinsi Fujian, Republik Rakyat Tiongkok pada 9-10 November 2023.
Yonvitner menuturkan, PKSPL IPB University sebagai Presidensi PNLC berkepentingan untuk menggalang universitas dan lembaga riset di negara-negara anggota PEMSEA dalam mengembangkan riset dan pelatihan. Langkah tersebut niscaya dapat membantu pemerintah dan negara-negara Asia Timur dalam upaya pengurangan emisi GRK sebagai penyebab perubahan iklim.
“Dengan usulan PKSPL IPB University ini, diharapkan negara-negara pesisir dapat memperkuat kapasitas mitigasi dan adaptasi agar kota-kota pesisir lebih siap dan resilient dalam menghadapi dampak perubahan iklim,” harap Yonvitner.
Baca Juga: Analisis Gempa Kepulauan Sangihe 6,9 Magnitudo
Lantas, mengapa perlu mendorong ekosistem karbon biru sebagai solusi?
“Karena potensi blue carbon ecosystem, khususnya mangrove dan seagrass memiliki kemampuan menyimpan karbon dan mengurangi emisi jauh lebih bagus dibanding vegetasi lain,” kata Yonvitner.
Terlebih, ekosistem karbon biru dimiliki seluruh anggota PEMSEA. Meskipun secara teknis dan metodologis, pengetahuan dan kapasitas dalam mengelola upaya mitigasi perubahan iklim masih sangat terbatas, termasuk perdagangan karbon. Indonesia misalnya, belum terakomodir dalam NDC dan secara metodologis jauh tertinggal dibanding sektor forest and others land use (FOLU).
Baca Juga: Arif Satria: Pemimpin Indonesia yang Dipilih Harus Punya Environmental Leadership
Discussion about this post