Wanaloka.com – Hidup berdampingan dengan aktivitas gunung api sudah dilakoni Iwan Amat sejak kecil. Apalagi rumahnya di Kelurahan Marikrubu, Kota Ternate, Maluku Utara bertetangga dengan Pos Pengamatan Gunung Api (PGA) Gamalama. Ia sering menyambangi bangunan tinggi itu untuk membantu petugas senior pos, Darno Lamani, mengoperasikan alat-alat pos pengamatan.
“Sejak kecil saya sudah sering dipanggil untuk menemani Pak Darno bekerja,” aku Iwan, 49 tahun di Ternate, Rabu, 30 Oktober 2024.
Keseharian bersama Darno menginspirasinya untuk menjadikan petugas pengamatan gunung api sebagai profesinya. Apalagi alat-alat pemantau gunung api yang masih manual masa itu, menurut Iwan sangat menarik. Seperti seismograf Osaka. Semua pemantauan dilakukan langsung di lapangan.
Baca Juga: Rangkong Badak, Baning Cokelat dan Lutung Dilepasliarkan ke Habitatnya
“Saya tertarik menjadi pengamat gunung api, menjalankan alat-alat itu,” ujar dia.
Tak terasa, Iwan sudah tiga dekade melakoni pekerjaan itu. Secara resmi, Iwan bergabung sebagai petugas pengamatan gunung api pada 1995 di bawah Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian ESDM. Penempatan pertamanya di Gunung Dukono, Halmahera Utara yang menurut dia penuh tantangan.
Gunung yang kerap erupsi itu sempat mengharuskan Iwan berjibaku selama dua hari dua malam untuk melaporkan informasi letusan secara berkala. Saat itu, laporan hanya bisa disampaikan dua kali sehari melalui radio, yaitu pukul 10.00 dan 16.00 WIT.
Baca Juga: Keunikan Geopark Vulkanik Purba di Sikka dan Budayanya
“Kesulitan menyampaikan informasi saat letusan besar terasa sekali. Bahkan, untuk mengirim laporan ke Bandung, saya harus ke Tobelo dulu, sekitar 19 kilometer dari pos tanpa kendaraan dinas,” kenang dia.
Tantangan terbesar lainnya adalah saat anggota keluarga jatuh sakit. Jumlah personel yang terbatas sering kali menyulitkan Iwan untuk meninggalkan pos. Namun, ia selalu berusaha menjalankan tugasnya sebaik mungkin.
Kini ia Kembali ke Pos PGA Gamalama. Iwan ditemani dua rekannya, Triyanto, 34 tahun dan Marjan, 37 tahun. Mereka tengah memantau aktivitas gunung yang masih dalam status Level II (Waspada). Ketiganya bersiap siaga mengawasi perkembangan visual dan instrumental Gamalama demi memastikan keselamatan masyarakat di sekitar Ternate.
Baca Juga: Indonesia Ekspor Petai ke Jepang dari Perhutanan Sosial
Keseharian mereka diisi dengan pengamatan visual, mengamati warna dan tekanan asap kawah, suhu solfatara, dan perubahan di sekitar permukaan kawah menggunakan teropong.
“Informasi yang akurat dan terkini sangat penting bagi masyarakat, apalagi dalam kondisi darurat, untuk meminimalkan risiko korban jiwa,” kata dia.
Bagi Iwan dan timnya, pengawasan Gamalama bukan sekadar pekerjaan; ini adalah pengabdian yang tak kenal lelah.
Baca Juga: Upaya Restorasi Lahan Gambut dengan Teknologi Paludikultur
“Selalu waspada, ini tugas utama kami,” ucap dia.
Modernisasi alat PGA jadi prioritas
Dalam kunjungan ke PGA Gamalama, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot menegaskan pentingnya modernisasi peralatan pemantauan dan peningkatan kompetensi sumber daya manusia guna memperkuat mitigasi bencana geologi di Indonesia. Mengingat Indonesia terletak di ring of fire sehingga rentan terhadap bencana geologi.
Peningkatan kompetensi SDM bisa melalui berbagai pelatihan, baik di dalam maupun di luar negeri untuk menambah wawasan terkait teknologi terkini dalam pengamatan gunung api. Selain itu, perlu melengkapi sarana dan prasarana pemantauan, termasuk gedung pengamatan yang memadai.
Baca Juga: Subejo, Pencapaian Swasembada Pangan Butuh Kebijakan Tepat
“Peran pengamat dalam mitigasi bencana geologi sangat penting untuk mengurangi korban jiwa. Apa pun kebutuhan peralatan tambahan di pos pemantauan, sampaikan saja dan akan kami tindak lanjuti,” janji Yuliot.
Kepala Badan Geologi Muhammad Wafid mengimbuhkan, Badan Geologi telah memiliki peta jalan (roadmap) modernisasi alat pemantauan dan renovasi pos-pos pengamatan sejak 2018 hingga 2029 yang dilakukan bertahap. Harapannya, seluruh pos PGA pada 2029 dapat memberikan fasilitas yang lebih baik bagi pengamat dalam menjalankan tugas mitigasi di lapangan.
“Jika pos-pos pengamatan lebih nyaman untuk bekerja, rotasi pegawai juga bisa lebih efektif,” ujar Wafid.
Baca Juga: Populasi Perkotaan Capai 5 Miliar Tahun 2030, Perlu Penataan Ruang Pesisir
Discussion about this post