Sebagai unit di bawah Kementerian ESDM, Badan Geologi memiliki tugas utama dalam mitigasi bencana geologi, termasuk bencana gunung api. Upaya mitigasi tersebut meliputi prabencana, penanganan saat bencana, hingga pemulihan pascabencana.
Saat ini, Badan Geologi melalui Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) memantau 127 gunung api aktif di seluruh Indonesia selama 24 jam setiap hari. Program modernisasi peralatan pemantauan gunung api telah menjadi prioritas nasional sejak 2023 dengan 16 gunung api yang telah diperbarui alat pemantauannya. Program ini ditargetkan selesai pada 2031, mencakup penambahan stasiun pemantauan, pemutakhiran perangkat, dan pengembangan sistem akuisisi serta analisis data pemantauan.
Peringatan dini banjir bandang pascaerupsi
Salah satu bencana yang mengancam usai erupsi gunung api adalah banjir bandang, terutama saat musim penghujan tiba. Seperti ancaman banjir bandang usai erupsi Gunung Api Marapi di Sumatera Barat yang masih berpotensi terjadi di kawasan sekitar sungai yang berhulu dari puncak gunung.
Baca Juga: Ikhtiar Warga Balirejo Menjaga Kelestarian Kali Gajahwong
Pihak Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memasang alat peringatan dini banjir bandang untuk mengantisipasi potensi bencana serupa di masa depan. Untuk memastikan fungsi dan kerja perangkat ini, BNPB bersama segenap pemangku kepentingan di Sumatra Barat mengujicobanya pada 24 Oktober 2024 lalu.
Uji coba peralatan dan sirine peringatan dini ini dilakukan di beberapa tempat dipimpin penanggung jawab kegiatan, Udrekh. Hari pertama, pengujian dilakukan di Pagu-Pagu, Lubuk Mata Kucing dan kantor wali kota yang ada di Padang Panjang. Pengujian alat peringatan dini tersebut berupa sensor dan sirine.
Saat pengujian alat peringatan dini, Udrekh membawa serta perwakilan BMKG, BBWS Sumatra V, Dinas SDA dan BK serta BKSDA Sumatra Barat, BPBD Kota Padang Panjang.
Baca Juga: Zulfiadi Zulhan, Produksi Logam Tanpa Jejak Karbon Lewat Reaktor Plasma Hidrogen
“Ini kesempatan yang sangat baik karena lembaga yang bersinggungan hadir untuk melihat uji coba peringatan dini,” ujar Udrekh di Jorong, Pagu-Pagu.
Nantinya, sistem peringatan dini ini akan terintegrasi dengan data dari lembaga lain. Misalnya BMKG dengan data curah hujan atau PVMG dengan sebaran material vulkanik pascaerupsi Marapi.
“BBWS V maupun SDABK juga bisa memberikan informasi pengelolaan sungai dan beberapa data pengamatan yang mereka miliki,” tambah Udrekh yang juga sebagai Direktur Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana BNPB.
Baca Juga: Pelibatan Petani Lokal dan Petani Muda Jadi Kunci Keberhasilan Food Estate?
Saat bertemu dengan Pj Bupati Agam Endrizal, Udrekh mengatakan, BMKG sudah dapat memperoleh data potensi curah hujan ekstrem satu hari sebelumnya. Kemampuan ini akan membantu dalam kesiapsiagaan dan peringatan dini kepada masyarakat.
Dengan periode waktu yang sudah dapat diprediksi, nantinya BPBD sebagai operator peringatan dini juga dapat melakukan pengecekan peralatan seperti sensor dan sirine.
Ke depan Udrekh berharap alat peringatan dini ini dapat terjaga dan terawat dengan baik oleh pemerintah daerah dan masyarakat. BNPB masih akan membiayai operasional peralatan ini sebelum nantinya diserahkan kepada pemerintah daerah.
Baca Juga: Bumi Rusak, Dampak Manusia Abaikan Ibadah dengan Urusan Lingkungan
Bahkan penyiar pada tower sirine dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan pesan umum. Ini akan membantu dalam memonitor fungsi sirine sebagai peringatan dini.
“Tidak hanya pada saat ada banjir lahar saja,” ujar Udrekh.
Endrizal menyampaikan, pihaknya akan melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai keberadaan peralatan peringatan dini kepada masyarakat. Agar masyarakat turut menjaganya sebagai yang berharga.
Baca Juga: Food Estate Terbukti Gagal dan Rugikan Petani, Koalisi Sipil Tuntut Hentikan
Dukungan sistem peringatan dini atau (early warning system) banjir bandang merupakan tindak lanjut bencana yang terjadi pada pertengahan Mei 2024 lalu. Banjir bandang yang membawa material vulkanik pascaerupsi Marapi berdampak adanya korban jiwa, khususnya di Kota Padang Panjang, Agam dan Tanah Datar.
Hasil evaluasi bersama saat itu, informasi prakiraan cuaca saja tidak operasional untuk operasi kedaruratan. Jadi diperlukan sistem peringatan dini kebencanaan yang benar-benar bisa dijadikan pegangan oleh BPBD untuk mengaktivasi rencana kontinjensi dan rencana operasi kedaruratan. [WLC02]
Sumber: Kementerian ESDM, BNPB
Discussion about this post