Sabtu, 25 Oktober 2025
wanaloka.com
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
wanaloka.com
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

Kritik KPA atas Kinerja DPR 2019-2024, Konflik Agraria Terus Menumpuk

Dalam satu dekade Pemerintahan Jokowi menjadi era tertinggi konflik agraria yang mencapai 2.939 kasus (2015-2023).

Kamis, 3 Oktober 2024
A A
Represifitas dalam penanganan konflik agraria di Seruyan, Kalimantan Tengah. Foto Dok. KPA.

Represifitas dalam penanganan konflik agraria di Seruyan, Kalimantan Tengah. Foto Dok. KPA.

Share on FacebookShare on Twitter

Wanaloka.com – Berdasarkan catatan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), sebanyak 359 (54 persen) dari 732 anggota DPR Periode 2024-2029 merupakan petahana. Sementara menurut Ketua DPR Puan Maharani dalam rapat Paripurna Terakhir DPR 2019-2024 pada 30 September 2024 menyebutkan, DPR periode lalu telah menyelesaikan pembahasan 225 Rancangan Undang-Undang (RUU) bersama pemerintah.

Namun KPA mengingatkan kinerja DPR 2019-2024 perlu dikritisi. Terkait sejauh mana UU dan hukum yang telah dibahas dan disahkan tersebut mewakili kepentingan rakyat banyak, terutama kelompok-kelompok marjinal seperti kaum tani, nelayan, masyarakat adat, perempuan dan masyarakat pedesaan lainnya.

Dan hasilnya, KPA menilai kinerja DPR RI 2019-2024 memiliki berbagai catatan negatif di bidang agraria yang mestinya menjadi catatan bagi anggota parlemen ke depan, terutama membenahi permasalahan agraria. Beberapa catatan KPA atas kinerja DPR sebelumnya dalam siaran tertulis tanggal 2 Oktober 2024 meliputi:

Baca Juga: Tolak Proyek Geothermal di Poco Leok, Warga dan Jurnalis Floresa Ditangkap

Pertama, tidak ada evaluasi mendasar dari DPR terhadap pelaksanaan agenda reforma agraria selama lima tahun terakhir terhadap Presiden Joko Widodo. Akibatnya, implementasi reforma agraria jalan di tempat. Bahkan pelaksanaanya dimanipulasi sebatas bagi-bagi sertifikat dan menciptakan liberalisasi agraria melalui pasar tanah.

Berdasarkan Catatan KPA selama 2015-2023, Jokowi melalui Menteri ATR/BPN RI hanya mampu menertibkan tanah terlantar dari bekas Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) seluas 77 ribu hektare dari 7,24 juta hektare tanah yang terindikasi terlantar (ATR/BPN, 2023).

Kedua, tidak ada dialog partisipatif dan bermakna yang dilakukan DPR bersama perwakilan petani, rakyat dan organisasi masyarakat sipil untuk mengurai dan membenahi masalah konflik agraria yang terus meningkat di berbagai wilayah dari waktu ke waktu.

Baca Juga: AMAN Desak DPR Baru Segera Sahkan RUU Masyarakat Adat

Hasilnya, konflik agraria lima tahun terakhir terus menumpuk. Dalam satu dekade Pemerintahan Jokowi menjadi era tertinggi konflik agraria dengan 2.939 kasus (2015-2023).

Ketiga, DPR bersama Pemerintah justru menjadi motor utama lahirnya UU Cipta Kerja (UUCK) yang telah mengamputasi puluhan kebijakan pro rakyat di bidang agraria dan mengkhianati Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Alih-alih melahirkan produk legislasi yang memenuhi harapan kaum tani dan gerakan reforma agraria.

Keempat, DPR gagal menjalankan fungsinya sebagai pengawas dan pengontrol jalannya pemerintahan. Berbagai kebijakan investasi dan pembangunan yang mengarah pada praktik-praktik perampasan tanah berjalan tanpa peringatan keras dari wakil rakyat di parlemen.

Baca Juga: KLHK Klaim Taman Nasional Mutis Timau Bukan Penurunan Status Kawasan Hutan

Sebut saja pembentukan Lembaga Bank Tanah, percepatan pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN), Pengampunan Keterlanjuran Bisnis Ilegal Kehutanan, Tambang dan Sawit. Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK), Food Estate, impor pangan, HPL, HGU 190 tahun dan HGB 180 tahun di IKN, Perhutanan Sosial (PS) dan kebijakan Distribusi manfaat (Perkebunan Sosial) di wilayah-wilayah konflik akibat klaim PTPN dan suburnya praktik korupsi agraria-mafia tanah yang semakin meminggirkan kehidupan kaum tani, nelayan, masyarakat adat dan masyarakat pedesaan lainya.

Terkait

Page 1 of 2
12Next
Tags: DPR 2019-2024konflik agrariaKonsorsium Pembaruan Agrariamasyarakat adatreforma agrariaUUPA 1960

Editor

Next Post
Tnamn endemik Smilax nageliana yang masih ditemukan di sejumlah daerah di Jawa Timur. Foto Dok. BRIN.

Tanaman Endemik Smilax nageliana untuk Pakan Ternak Bisa Terancam Punah

Discussion about this post

TERKINI

  • Potret pencemaran plastik di salah satu sungai di Indonesia. Foto dok. Tim Ekspedisi Sungai Nusantara.Penting Tanggung Jawab Industri dan Pemerintah atas Kandungan Mikroplastik dalam Air Hujan
    In News
    Jumat, 24 Oktober 2025
  • Dosen Departemen Geografi Lingkungan UGM, Dr. Emilya Nurjani. Foto kagama.co.Emilya Nurjani, Sampaikanlah Peringatan Dini Cuaca Ekstrem dengan Bahasa Mudah Dipahami
    In Sosok
    Jumat, 24 Oktober 2025
  • Ilustrasi kearifan lokal masyarakat adat Kasepuhan Girijaya di Sukabumi, Jawa Barat. Foto Dok. IPB University.Belajar dari Kearifan Lokal Kasepuhan Girijaya dan Tahura Atasi Perubahan Iklim
    In Rehat
    Kamis, 23 Oktober 2025
  • Ilustrasi Walhi tolak PLTGU Batang. Foto Dok. Walhi.Walhi Tolak Proyek PLTGU Batang, Gunakan Gas Fosil Penyebab Emisi Gas Rumah Kaca
    In Lingkungan
    Kamis, 23 Oktober 2025
  • Ilustrasi biwak yang diperjualbelikan di Indonesia. Foto tomas_a_r_81/pixabay.com.Perdagangan Biawak Diperbolehkan, Tapi Jangan Merusak Ekosistem
    In News
    Rabu, 22 Oktober 2025
wanaloka.com

©2025 Wanaloka Media

  • Tentang
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

©2025 Wanaloka Media