Wanaloka.com – Pembangunan berwawasan mitigasi bencana sudah seharusnya diterapkan pemerintah, terlebih kawasan pembangunan itu memiliki potensi bencana alam. Seperti halnya memitigasi bencana di garis pantai Kota Padang, Sumatera Barat yang membentang sepanjang 68,13 kilometer. Kawasan pantai Kota Padang ini memiliki potensi ancaman bencana tsunami dan abrasi.
Pembangunan infrastruktur memitigasi bencana di garis pantai Kota Padang diperlukan dan menjadi perhatian bersama. Persoalan ini dibahas Kementerian PUPR, BNPB, Wali Kota Padang dan Kepala Bappeda Pemprov Sumatera Barat dalam diskusi bertajuk Rancangan Infrastruktur Abrasi Pesisir Pantai Padang Berbasis Mitigasi Bencana.
Kepala Bappeda Provinsi Sumatera Barat, Medi Iswandi mengungkapkan, pembangunan infrastruktur pelindung pantai Padang menjadi penting mengingat 25,7 persen aktivitas perekonomian Provinsi Sumatera Barat berada di Kota Padang, perdagangan, transportasi, dan industri mayoritas berada pada zona merah.
Baca Juga: Gempa Turki Sudah Diprediksi, Data Terbaru 1.651 Orang Tewas
“Apabila kita membangun infrastruktur pelindung pantai Padang, maka kita sudah menyelamatkan 25 persen ekonomi Provinsi Sumatera Barat,” katanya.
Kawasan pantai Padang berpotensi terjadinya bencana tsunami yang bersifat rapid onset dan abrasi yang bersifat slow onset.
Plt Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari menjabarkan, setiap pantai memiliki sirkulasinya masing-masing. Misalnya, waktu musim barat dan timur, gelombang dominan membawa sedimen pasir dalam arah tegak lurus pantai. Sedangkan pada musim peralihan, gelombang membentuk arus sejajar pantai yang akan membawa sedimen dalam arah sejajar pantai, baik dalam arah utara-selatan, maupun sebaliknya.
Baca Juga: Ini Pemicu Longsor di Toraja Utara, 155 Warga Mengungsi
Karakteristik abrasi di sepanjang pantai Padang, sebut Muhari, berbeda-beda. Misalnya di sekitar Monumen Merpati Perdamaian hingga kawasan Muaro, karakteristik abrasi dominan dalam arah tegak lurus pantai. Berbeda dengan kawasan di bagian utara di sekitar Bandara Internasional Minangkabau (BIM), gelombang dan arus masih dominan bergerak sejajar pantai.
Pola arus atau karakteristik ini juga dapat berubah-ubah seiring berjalannya waktu dan pertambahan bangunan pelindung pantai.
“Prinsip dan krakteristik ini yang harus kita petakan satu-persatu untuk menentukan pelindung pantai seperti apa agar efektif untuk mencegah abrasi,” kata Muhari di forum diskusi yang digelar di halaman Masjid Al-Hakim, Kota Padang pada Senin, 6 Februari 2023.
Baca Juga: Limbah Tailing Freeport Akibatkan Rakyat Papua Kehilangan Budaya Sungai, Sampan dan Sagu
Discussion about this post