Wanaloka.com – Anggota DPR Papua sekaligus Ketua Kelompok Khusus (Poksus Papua), John Gobay dan Adolfina Kuum dari Yayasan Lepemawi, Timika datang ke Gedung DPR di Senayan, Jakarta untuk mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi IV DPR pada 1 Februari 2023. Mereka menyampaikan rentetan kejahatan lingkungan dan kemanusiaan yang terus berulang yang dilakukan PT FreeportI Indonesia dan dibiarkan pemerintah hingga saat ini.
Mereka juga mendesak pemerintah untuk segera melakukan audit atas seluruh operasi pertambangan Freeport. Terutama dampaknya terhadap warga dan lingkungan.
“Pendangkalan atas sungai-sungai oleh limbah tailing (limbah hasil pengolahan bijih emas dan tembaga) itu nyata terjadi. Kehidupan warga suku Kamoro dan Sempan, yang dikenal budaya 3S (sungai, sampan, dan sagu) mulai hilang,” ujar John Gobay di DPR waktu itu.
Baca Juga: DPR Desak KLHK Tindaklanjuti Laporan Kerusakan Lingkungan oleh PT Freeport
Sementara itu, Adolfina Kuum mempertanyakan ketakberdayaan negara di hadapan sejumlah kejahatan Freeport atas warga dan lingkungan Papua.
“Pemerintah dan Freeport telah mencuri kekayaan orang Papua. Sementara kejahatan yang dilakukan perusahaan tak pernah dilakukan penegakan hukum, apalagi dilakukan pemulihan dan ganti rugi atas segala kerusakan,” ujar Doli.
Limbah Diklaim Tidak Beracun
Sementara dalam RDP dengan Komisi IV tahun lalu, 27 September 2022, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Tony Wenas mengklaim pengelolaan limbah tailing sudah sesuai peraturan dan tidak menimbulkan permasalahan, baik bagi lingkungan hidup maupun bagi warga. Limbah tailing yang dihasilkan pun dikaim tidak beracun, tidak berbahaya, dan aman.
Baca Juga: Gempa Turki Sudah Diprediksi, Data Terbaru 1.651 Orang Tewas
“Sebab limbah sudah dibebaskan dari Merkuri dan Sianida sebelum dibuang ke sungai. Aman dimakan hewan,” kata Tony dilansir dari siaran pers Jatam tertanggal 6 Oktober 2022.
Wenas juga menyebut pendangkalan sungai-sungai akibat sedimentasi buangan tailing sudah diperkirakan dan diantisipasi oleh pihaknya. Yakni dengan membangun dan memperluas tanggul tailing di Sungai Ajkwa sesuai dengan dokumen AMDAL Freeport 1997.
Berdasarkan pantauan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), pembuangan tailing melalui sungai-sungai sudah meluas hingga ke Laut Arafuru. Akibatnya menyebabkan kerusakan lingkungan hidup dan menimbulkan kerugian materiil maupun non-materiil bagi warga, termasuk yang tinggal jauh dari operasi pertambangan Freeport.
Baca Juga: Gempa Turki 1.498 Orang Tewas 50 Negara Tawarkan Bantuan
Selama ini, Freeport menggunakan kriteria wilayah konsesi untuk memetakan dampak terhadap warga dan memberikan kompensasi. Freeport hanya mengakui lima daskam (dasar kampung) Suku Kamoro dan tiga desa Suku Amungme yang terdampak operasinya.
Kelima daskam tersebut adalah Daskam Nayaro, Tipuka, Ayuka, Nawaripi dan Koperapoka; serta tiga desa suku Amungme yakni Kampung Singa, Arwanop dan Waa. Di luar kelima daskam Suku Kamoro dan tiga desa Suku Amungme ini, Freeport menganggap bukan tanggung jawabnya meskipun terdampak operasi pertambangannya.
Sementara di luar konsesi Freeport terdapat 23 kampung yang tersebar di Distrik Jita, Distrik Agimuga dan Distrik Mimika Timur Jauh. Tiga distrik itu tidak diakui Freeport sebagai yang terdampak pencemaran limbah tailing.
Baca Juga: Gempa Turki, Presiden Erdogan Kerahkan Seluruh Kekuatan Evakuasi Korban
Pencemaran Tailing Diduga Menyebar
Anggota Komisi IV DPR Sulaeman L. Hamzah menanggapi aspirasi tersebut menyatakan akan melakukan peninjauan ke Papua untuk mengetahui dampak kerusakan lingkungan dari limbah yang disebabkan Freeport.
Mengingat dampak kerusakan lingkungan yang dirasakan masyarakat Mimiki ditengarai Sulaeman telah membuka masalah dengan terang-benderang bahwa selama ini komunikasi terpisah antara Komisi IV dengan Freeport terbatas daerah-daerah yang diklaim menjadi wilayah tanggung jawab Freeport.
“Tapi dampak limbah tailing ini meluas sampai kemana-mana. Sudah dijelaskan dari dua sungai yang tadinya jadi alur pembuangan tailing ternyata sekarang melebar sampai jauh. Bahkan menutup sampai ke pulau dan masyarakat praktis tidak bisa jalan (dengan) leluasa seperti sebelumnya,” jelas Sulaeman usai RDP pada 1 Februari 2023.
Baca Juga: Pendamping Petani Minta Jokowi Selesaikan SK Perhutanan Sosial 2024
Limbah tersebut berdampak terhadap mata pencaharian masyarakat tradisional, seperti untuk mencari ikan. Menurut dia, laut telah tercemar hingga menimbulkan penyakit, terutama bagi anak-anak kecil yang kulitnya sensitif. Selain itu, masyarakat juga kesulitan untuk mencari air bersih sehingga harus mencari ke tempat yang jauh. Padahal akses jalan sulit karena ada pendangkalan sungai.
“Saya sudah mendapat informasi tentang itu dari laporan-laporan sebelumnya. Tapi kalau dikombinasikan dengan keterangan dari Freeport sepertinya baik-baik saja,” kata Sulaeman.
Kondisi di Mimika tersebut menjadi alasan Sulaeman untuk mendorong Komisi IV bersepakat melakukan RDP dengan Freeport kembali dan melibatkan pimpinan daerah, gubernur, dan bupati. Selain itu, ia mengusulkan Komisi IV melakukan kunjungan saat reses untuk mengetahui sejauh mana dampak kerusakan lingkungan dari limbah yang disebabkan Freeport.
Discussion about this post