Wanaloka.com – Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Bambang Hendroyono dan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Hasbi Hasan melakukan Penandatanganan Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/Mou) di Gedung MA, Jakarta pada 21 Maret 2023. Penandantanganan itu menandai kesepakatan kerja sama KLHK dengan MA di bidang hukum sebagai wujud perlindungan lingkungan hidup dan kehutanan (LHK) Indonesia.
“Nota Kesepahaman ini dimaksudkan untuk dasar pelaksanaan koordinasi antara kedua lembaga untuk mendukung upaya perlindungan LHK demi mewujudkan pembangunan berkelanjutan serta aktualisasi hak masyarakat sesuai mandat konstitusi,” kata Menteri LHK Siti Nurbaya Abubakar.
Dengan mempertimbangkan berbagai aspek lingkungan hidup di dalam negeri maupun perkembangan yang cepat di luar negeri, Siti menilai kerjasama tersebut tepat dilakukan untuk meningkatan kapasitas. Para hakim dapat memeroleh pemahaman dan updating terkait teknis lingkungan hidup dan kehutanan. Kemudian aparat KLHK juga dapat memperoleh berbagai aspek judisial yang sangat diperlukan.
Baca Juga: Badan Geologi Terbitkan Juknis Pengusulan Geopark
“Kerja sama akan difokuskan pada peningkatan jumlah hakim lingkungan, updating perkembangan lingkungan hidup dan kehutanan di dalam negeri maupun di luar negeri,” imbuh Siti.
Berbagai aspek teknis lingkungan serta aspek hukum lingkungan akan dibahas dan diperdalam melalui nota kesepahaman. Meliputi perubahan iklim termasuk Nationally Determined Contribution (NDC), Forestry and Other Land Use (FoLU) Net Sink, blue carbon dan climate justice, penurunan keanekaragaman hayati, pencemaran lingkungan, pengukuhan dan tata batas kawasan hutan, perhutanan sosial, pengelolaan limbah berbahaya dan beracun, pengelolaan sampah serta ekonomi sirkuler, serta ecological justice.
“Antara lain menjadi topik teknis dalam ruang lingkup bahasan dan kegiatan yang akan dilakukan,” terang Siti.
Baca Juga: Walhi: UU Cipta Kerja Mengamputasi Aturan Perlindungan Lingkungan Hidup
Ketua MA, M. Syarifuddin menambahkan nota kesepahaman tersebut menjadi upaya untuk menyelesaikan Peraturan MA mengenai Hukum Acara Lingkungan Hidup. Usai itu akan dilakukan sosialisasi kepada para hakim dan pencari keadilan.
“Hingga saat ini ada sekitar 1.400-an hakim lingkungan yang selanjutnya akan mendapat pencerahan terkait perlindungan lingkungan,” kata Syarifuddin.
UU Cipta Kerja
Selama ini, ada tiga produk undang-undang yang pernah melindungi lingkungan hidup dan mengalami perubahan. Meliputi UU Nomor 4 Tahun 1982 yang disebut umbrella provision (payung hukum) lingkungan hidup yang kemudian diubah menjadi UU Nomor 23 Tahun 1999. Lalu diubah menjadi UU Nomor 32 Tahun 2009.
Baca Juga: Aktivitas Vulkanik Merapi Didominasi Guguran Lava 150 Kali per Hari
“Ini memperlihatkan dinamika kebutuhan masyarakat yang tertuang dalam kebijakan pemerintah yang mendorong perubahan UU dimaksud,” kata Siti.
Ia menjelaskan, penambahan kata “perlindungan” memperlihatkan keprihatinan akan peningkatan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Lalu disesuaikan kembali melalui UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (terakhir UU Cipta Kerja dari RUU Perppu Cipta Kerja), khususnya yang menyangkut perizinan berusaha. Pada konteks lingkungan hidup lebih berorientasi dalam penyederhanaan prosedur birokrasi perizinan, tanpa mengubah prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Kehadiran UU Cipta Kerja, Siti mengklaim pemerintah berupaya untuk tetap dapat memastikan perlindungan terhadap lingkungan dan masyarakat. Pemerintah melakukan penyederhanaan sistem perizinan dan penguatan sistem pengawasan dan penegakan hukum. Regulasi ini juga mengatur mengenai penyelesaian masalah konflik tenurial dan menegaskan keberpihakan kepada masyarakat.
Baca Juga: Gunung Ili Lewotolok Kembali Meletus, Patuhi Zona Larangan Ini
Discussion about this post