Kepala DKP Banten, Eli Susiyanti melaporkan pemagaran di perairan Tangerang ini telah mengganggu ribuan nelayan dan pembudidaya ikan. DKP telah menerima laporan sejak Juni 2024 dan melakukan inspeksi lapangan pada September 2024 untuk mencari solusi.
Analis Pertanahan, Paberio Napitupulu menyebut Kementerian ATR/BPN dapat mencabut sertifikat yang diterbitkan secara mal administratif. Upaya ini untuk memastikan hanya wilayah darat yang dapat memiliki sertifikat hak atas tanah.
Sementara, Plt. Direktur Penataan Ruang Laut, Suharyanto menegaskan pentingnya pengawasan untuk mencegah privatisasi ruang laut. Pemberian SHM di ruang laut bertentangan dengan UUD 1945 karena mengancam hak masyarakat tradisional. KKP telah melakukan investigasi sejak September 2024, termasuk analisis peta citra satelit dan rekaman geotagging selama 30 tahun terakhir. Hasilnya menunjukkan, area tersebut tidak pernah berbentuk darat/tanah dan didominasi sedimentasi, bukan abrasi.
Baca juga: Melengkapi Data Terserak 44 Tahun Banjir Bandang Sangiang
Diskusi ini dihadiri 16 kepala desa terkait dengan isu pemagaran laut, perwakilan nelayan yang tergabung dalam Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN), Pemerintah Pusat hingga Pemerintah Daerah. Diskusi ini diharapkan dapat memperluas informasi terkait kewajiban KKPRL kepada masyarakat dalam pemanfaatan ruang laut sekaligus menjadi wadah bagi KKP untuk menampung aspirasi masyarakat pesisir.
Cari pihak yang bertanggung jawab
Anggota Komisi IV DPR RI, Riyono juga menyoroti pemagaran laut ini. Ia menilai, perlu diselidiki siapa pelakunya.
“Kita mau nyari siapa yang bertanggung jawab terhadap penggunaan ruang wilayah laut. Ini punya potensi pelanggaran penggunaan wilayah ruang laut. Mau kami cek dan selidiki siapa yang melakukan. Ini adalah laut Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk nelayan,” kata Riyono dalam keterangannya usai mendatangi langsung lokasi pemagaran, Jumat, 10 Januari 2025.
Baca juga: Trekking ke Situ Gunung Sukabumi Lewat Jembatan Gantung Setengah Kilometer
Ia mengajak instansi terkait untuk menyelidiki hal tersebut.
“Kami akan coba, akan usaha bagaimana mereka mempertanggungjawabkannya. Kawan-kawan di Pemprov Banten, teman-teman di KKP, ayo kita lihat dengan sejujur-jujurnya,” tegas Legislator Dapil 7 Jatim ini.
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Ahmad Yohan meminta pemerintah segera membongkar pagar laut ‘misterius’ ini.
“Pemerintah harus tegas, bongkar pagar laut yang merugikan warga. Kasihan mereka (nelayan, red) tidak bisa melaut untuk mencari nafkah. Masyarakat jangan dirugikan dengan alasan pembangunan. Masyarakat lah yang memiliki negara, bukan satu-dua orang atau perusahaan,” ujar Yohan dalam keterangan tertulis, Kamis, 9 Januari 2025.
Baca juga: Pemerintah Terapkan Biodiesel B40 Berbasis Minyak Sawit Per 1 Januari 2025
Ia menegaskan negara tidak boleh kalah oleh satu-dua orang, atau perusahaan pengembang kawasan Proyek Strategis Nasional (PSN) Tropical Coastland di Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.
“Kalau benar dugaan pagar laut ini dibangun oleh pihak pengembang PSN PIK 2, Agung Sedayu Group, saya tegaskan negara tidak boleh kalah oleh mereka,” ujar Politisi Fraksi PAN ini.
Ia juga akan mendesak dilakukan evaluasi terhadap pembangunan PSN PIK 2 dalam rapat kerja dengan Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Baca juga: Kenali Karakteristik Ikan Buntal agar Tak Keracunan
Pelanggaran hak nelayan
Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan yang melakukan inspeksi mendadak (sidak), melihat pemagaran laut ini memicu keresahan di kalangan nelayan setempat. Sebab pemagaran laut ini menghalangi akses para nelayan ke area penangkapan ikan. Hal itu juga menyebabkan meningkatnya biaya operasional, seperti pembelian solar, juga mengancam keberlanjutan mata pencaharian mereka.
“Pemagaran laut ini adalah bentuk pelanggaran nyata terhadap hak nelayan dan masyarakat pesisir. Pemerintah harus segera memastikan legalitas tindakan ini dan mengambil langkah tegas jika terbukti melanggar aturan,” ujar Johan Rosihan saat berdialog dengan nelayan yang terdampak, di perairan laut Tangeran, Rabu, 8 Januari 2025.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007, bahwa pemanfaatan wilayah pesisir harus dilakukan dengan izin resmi dan mempertimbangkan kepentingan masyarakat setempat. Selain itu, setiap kegiatan yang berpotensi merusak ekosistem laut diwajibkan memiliki analisis dampak lingkungan (AMDAL) sesuai Undang-Undang Lingkungan Hidup.
“Nelayan adalah tulang punggung ekonomi pesisir. Hak mereka atas akses laut harus dilindungi. Kasus ini adalah pengingat bagi kita semua bahwa pengelolaan laut harus mengutamakan keberlanjutan ekosistem dan kesejahteraan masyarakat,” tambah politisi dari Fraksi PKS. [WLC02]
Discussion about this post