Wanaloka.com – Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Sumber Daya Geologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRSDG BRIN), Chusni Ansori menyebutkan bahwa kawasan bentang alam karst (KBAK) merupakan kawasan lindung geologi yang menjadi bagian dari kawasan lindung nasional sesuai dengan Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 17 Tahun 2012. Karst memiliki bentukan permukaan yang disebut eksokartik dan bentukan bawah permukaan yang disebut endokartik.
“KBAK memiliki fungsi ilmiah. Sebab setidaknya ada empat faktor yang mengontrol pembentukan karst, yaitu jenis batuan, struktur geologi, iklim, dan vegetasi,” terang Chusni saat Diskusi Geologi Sumber Daya (Digdaya) seri ke-16 bertajuk “Wonderful Karst, Geodiversity, Geoheritage, and Human Life”, Kamis, 3 Oktober 2024.
Jenis batuan karst adalah batu gamping atau dolomit, Dimana ketebalan dan variasi batuan sangat penting dalam menghasilkan fenomena menarik karst. Struktur geologi terbentuk dari retakan batuan. Pola retakan itu dilalui air sehingga dalam waktu lama menghasilkan gua-gua bawah permukaan.
Baca Juga: Pengusaha Sawit Gusur Lahan dan 10 Petani Pasaman Barat Ditangkap
“Iklim juga berperan dalam pembentukan karst melalui kelembapan, curah hujan, dan parameter lainnya. Sementara vegetasi di permukaan menghasilkan asam yang mempercepat proses pelarutan, sehingga karstifikasi berjalan di bawah permukaan,” jelas Chusni yang juga Ketua Kelompok Riset Geoheritage – Geopark tersebut.
Ketua Program Doktor Ilmu Lingkungan Fakultas Geografi UGM, Eko Haryono menjelaskan, perlindungan gua dan karst membutuhkan panduan khusus. Beberapa aspek panduan tersebut meliputi sifat lingkungan, skala pengelolaan, kegiatan rekreasi dan petualangan gua, show cave, penelitian ilmiah, serta keterlibatan masyarakat adat.
“Diperlukan sosialisasi kepada seluruh pengelola supaya lebih baik lagi dan Indonesia menjadi best practice pengembangan kawasan karst,” kata Eko.
Baca Juga: Keterlibatan Militer dalam PSN di Merauke Ancam Hak Hidup Orang Papua
Senada dengan itu Peneliti Ahli Utama BRIN sebagai Dewan Pakar Komite Nasional Geopark Indonesia, Hanang Samudro, bahwa KBAK mendapat perhatian banyak pihak. KBAK digambarkan sebagai kawasan yang terbentuk akibat pelarutan. Sementara secara luas, KBAK adalah sistem dinamis yang mencakup bentang alam, kehidupan, energi, air, gas, tanah, dan batuan.
“Gangguan pada salah satu unsur ini akan mempengaruhi keseluruhan sistem,” jelas Hanang.
KBAK mempunyai tiga nilai utama, yaitu ilmiah, ekonomi dan kemanusiaan. Nilai ilmiah tergambar dari aspek geologi, klimatologi, paleontologi, arkeologi, biologi dan sebagainya. Nilai ekonomi seperti sektor pertanian, pangan, kehutanan, pengelolaan air, pariwisata dan penggalian batu gamping yang membangun ekonomi dari KBAK. Nilai kemanusian terpotret dari nilai-nilai spiritual, agama, estetika, rekreasi, dan pendidikan di KBAK.
Baca Juga: Tanaman Endemik Smilax nageliana untuk Pakan Ternak Bisa Terancam Punah
Semetara General Manager Badan Pengelola (GM BP) Gunung Sewu UNESCO Global Geopark (UGGp), Budi Martono menyatakan karst Gunung Sewu yang membentang dari Gunungkidul, DIY – Wonogiri, Jawa Tengah – Pacitan, Jawa Timur merupakan bentang alam yang berkembang pada batu gamping berumur Miosen Tengah. Selain itu memiliki nilai human life (budaya) yang ditinggalkan manusia prasejarah.
“Ekosistem yang menghubungkan komponen geologi dengan biologi (fauna dan flora) membentuk situs alam yang menakjubkan di kawasan ini,” kata Budi.
Pertentangan antara konservasi dan eksploitasi
Ketua Jaringan Geopark Indonesia Mohammad Farid Zaini mengungkapkan, kawasan karst memiliki kekayaan tradisi dan religi. Geowisata di kawasan karst terbukti memberikan dampak ekonomi signifikan bagi masyarakat lokal di sekitarnya.
Baca Juga: Kritik KPA atas Kinerja DPR 2019-2024, Konflik Agraria Terus Menumpuk
Discussion about this post