Wanaloka.com – Desa Kedang Ipil merupakan desa tua tempat tinggal komunitas masyarakat adat Kutai Adat Lawas Sumping Layang Kedang Ipil di Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. Pada abad lampau, komunitas masyarakat adat ini memiliki setidaknya tiga posisi penting. Pertama, tempat pelarian para brahmana ketika terjadi perang besar antara kerajaan Kutai Kartanegara dan kerajaan Kutai Martadipura abad ke-14 Masehi. Kedua, pusat ilmu kanuragan yang sangat disegani karena tidak pernah berhasil ditundukkan siapapun. Dan ketiga, salah satu dari tiga poros penting kesultanan Kutai Kartanegara.
Selama berabad-abad, lokasi desa ini sangat terpencil karena berada di ujung hutan. Beratnya medan geografis menuju Desa Kedang Ipil membuatnya semakin sempurna terisolasi dari masyarakat luar. Pada tahun 1976, pemerintah bahkan memasukkan desa ini dalam kategori desa terasing (Direktorat Pembinaan Masyarakat Terasing, 1976).
Namun isolasi dan keterasingan itu justru membawa dampak positif bagi ekosistem budaya komunitas masyarakat adat ini. Selama berabad-abad, tradisi, budaya, bahkan religi leluhur komunitas masyarakat adat ini terjaga keasliannya.
Baca Juga: Serba Serbi Diskusi Pertambangan di Kampus Ganesha
Dalam konteks budaya Kalimantan Timur, komunitas masyarakat adat Kutai Adat Lawas Sumping Layang Kedang Ipil merupakan kantong budaya utama bagi pemerintah kabupaten Kutai Kartanegara. Dimana mereka menjadi pelaksana semua ritual tahunan dalam perayaan Erau di istana Kutai Kartanegara.
Hingga saat ini, komunitas masyarakat adat Kutai Adat Lawas Sumping Layang Kedang Ipil masih mempertahankan tradisi, budaya, dan ritual lelulur mereka. Ketuaan tradisi terlihat dari mantra ritual yang tidak menggunakan bahasa manusia, tetapi bahasa dari dewa mereka langsung.
Ini menjadi kekayaan besar karena Unesco sudah menyatakan bahasa langit sudah punah karena penutur terakhir di suku pedalaman Meksiko sudah meninggal dan tidak ada penerusnya. Komunitas masyarakat Kutai Adat Lawas Sumping Layang Kedang Ipil menjadi entitas terakhir tradisi, religi, dan ritual masyarakat Kutai Pra-Islam.
Baca Juga: Klaim Muhammadiyah Jadi Contoh Pertambangan Ramah Lingkungan, Ini Faktanya
Kelebihan lain yang dimiliki komunitas masyarakat adat ini adalah dua tradisi tuanya, yakni Nutuk Beham (upacara prapanen padi) dan Muang (upacara kematian). Kedua tradisi ini disahkan negara sebagai Warisan Budaya Tak Benda tingkat Nasional melalui SK Kemendikbudristek RI No.414/O/2022 tanggal 21 Oktober 2022.
Ancaman Industri Sawit
Namun, keberadaan komunitas masyarakat adat ini sebagai kantong budaya utama bagi pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, kini terancam dengan aktivitas industri perkebunan sawit yang hendak masuk. Tidak hanya merampas warisan budaya leluhur, tapi juga lingkungan dan ruang hidup mereka.
Discussion about this post