Wanaloka.com – Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Hanif Faisol Nurofiq menginspeksi kesiapan pengelolaan sampah di tujuh rest area strategis Tol Trans Jawa, yakni Rest Area KM 57A, Rest Area 88B, Rest Area 102A, Rest Area 166A, Rest Area 228A, Rest Area 287A, dan Rest Area 379A. Inspeksi itu untuk mengantisipasi lonjakan timbulan sampah selama libur Natal 2025 dan Tahun Baru 2026.
Peninjauan intensif ini merupakan implementasi Surat Edaran Menteri LH/Kepala BPLH sekaligus penegakan amanat UU Nomor 18 Tahun 2008 yang mewajibkan penanganan sampah secara terpadu di pusat aktivitas publik. Langkah proaktif diambil untuk memastikan setiap titik konsentrasi massa memiliki sistem pengurangan dan penanganan sampah yang efektif di tengah puncak mobilisasi masyarakat.
Dalam peninjauan di lapangan tersebut, Hanif secara khusus menyoroti tanggung jawab para pengelola kawasan dalam memutus rantai timbulan sampah dari sumbernya.
“Kami memohon kepada para pengelola kawasan, dalam hal ini tempat istirahat dan pelayanan, untuk menjadi simpul budaya penanganan sampah,” kata Hanif.
Baca juga: Percepat Pencarian Korban Bencana dengan Integrasi Drone, AI dan Telepon Pintar
Sebab berdasarUndang-Undang Nomor 18 Tahun 2008, pengelola kawasan wajib mengelola sampahnya sendiri sampai tuntas. Melalui inspeksi ini, KLH/BPLH memastikan ketersediaan fasilitas pemilahan, sistem pengangkutan berkala, serta penguatan koordinasi lintas sektor antara pengelola jalan tol dengan pemerintah daerah demi menjamin sampah tidak menumpuk di area publik.
Selain melakukan pemantauan sarana prasarana, KLH/BPLH juga melakukan penilaian kinerja terhadap pengelola kawasan sebagai bentuk pengawasan ketat. Hanif menyatakan pemerintah tidak akan ragu mengambil tindakan hukum bagi pengelola yang lalai dalam menyediakan fasilitas pengolahan sampah yang memadai.
“Sesuai kesepakatan kami bersama Kementerian Pekerjaan Umum, saat ini dilakukan penilaian terhadap penanganan sampah. Kami juga menerapkan sanksi paksaan pemerintah kepada rest area yang belum memenuhi kewajiban fasilitas pengolahan sampah dengan batas waktu paling lama enam bulan,” lanjut Hanif.
Baca juga: Infeksi Pernafasan dan Penyakit Kulit Mengintai Pengungsi Bencana Hidrometeorologi
Berdasarkan data hasil survei Natal 2025 dari Badan Kebijakan Transportasi, diproyeksikan ada 119,5 juta orang melakukan pergerakan selama periode Natal dan Tahun Baru, atau setara dengan 42,01 persen dari total populasi Indonesia. Angka tersebut menunjukkan peningkatan 2,71 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Lonjakan mobilitas ini berpotensi menimbulkan tambahan timbulan sampah hingga 59.000 ton dalam rentang waktu sekitar dua pekan, terutama dari penggunaan barang dan kemasan sekali pakai di ruang publik seperti rest area dan fasilitas perjalanan darat lainnya. Pengendalian sampah di lokasi-lokasi tersebut menjadi fokus utama KLH/BPLH dalam mewujudkan perayaan akhir tahun yang bersih dan bertanggung jawab.
Pengendalian sampah selama Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 dilaksanakan secara intensif, efektif, dan efisien di seluruh lokasi dengan potensi produksi sampah tinggi. Dengan pengawasan ketat dan penerapan sanksi ini, KLH/BPLH mendorong rest area untuk bertransformasi menjadi titik strategis dalam mewujudkan budaya baru pengelolaan sampah di Indonesia.
Baca juga: Siklon Tropis Saat Libur Nataru, Waspada Potensi Hujan Lebat
Melalui kebijakan ini, masyarakat dapat merayakan libur akhir tahun dengan lebih nyaman. Sekaligus meningkatkan kepedulian terhadap kelestarian lingkungan demi masa depan yang lebih bersih.
Daerah lalai mengurus sampah akan diberi saksi
Dalam inspeksi mendadak ke hulu hingga hilir pengelolaan sampah di TPA Tanjungrejo di Kudus, Jawa Tengah serta Stasiun Tegal dan Cirebon, Hanif menegaskan paradigma masyarakat terhadap sampah harus segera diubah secara radikal. Mengingat kondisi darurat sampah nasional kian mengkhawatirkan.
Peningkatan volume sampah selama masa libur akhir tahun bukan sekadar fenomena musiman, melainkan ujian bagi sistem tata kelola di setiap daerah. Saat meninjau TPA Tanjungrejo, ia menyoroti fasilitas Refuse Derived Fuel (RDF) yang belum beroperasi secara maksimal.
Baca juga: UGM dan IPB Siapkan Langkah Penanggulangan Dampak Bencana Sumatra
Menurut dia, teknologi pengolahan sampah seperti RDF adalah solusi masa depan yang tidak boleh lagi ditunda-tunda implementasinya. Pengelolaan sampah di hilir tidak boleh lagi sekadar tumpukan residu, melainkan harus bertransformasi menjadi proses yang memiliki nilai tambah sekaligus ramah lingkungan.
“Kita harus merefleksi diri kita masing-masing bahwa sampah itu bukan berkah, tetapi masalah. Semua pihak harus berpartisipasi aktif mengurangi sampah, melakukan pemilahan, dan mengelolanya dengan cara-cara yang ramah terhadap lingkungan,” tegas Hanif.






Discussion about this post