Wanaloka.com –International Union for Conservation of Nature (IUCN) sejak 2022 memasukkan satwa monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) pada kategori terancam punah. IUCN menjelaskan, penurunan populasi primata spesies ini berkelindan dengan berkurangnya habibat mereka, dampak deforestasi. Diperkirakan dalam tiga dekade mendatang, laju penurunan populasi Macaca fascicularis mencapai hingga 70 persen.
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Yang Dilindungi, satwa monyet ekor panjang tidak termasuk yang dilindungi. Dalam Permen LHK itu, primata yang dilindungi yakni, monyet darre (Macaca maura), monyet yaki (Macaca nigra), monyet digo (Macaca ochreata), beruk mentawai (Macaca pagensis), dan monyet boti (Macaca tonkeana).
Animal Friends Jogja (AFJ), dan masyarakat sipil mendesak Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menerbitkan aturan larangan perdagangan satwa monyet ekor panjang. Desakan larangan itu, disampaikan AFJ dan masyarakat sipil dalam aksi memperingati Hari Monyet Sedunia pada Minggu, 14 Desember 2025, di kawasan Titik Nol, Yogyakarta.
Baca juga: Membaca Bencana Ekologis Sumatra
Absennya regulasi yang tegas melarang perdagangan Macaca fascicularis merupakan salah satu akar dari berbagai persoalan dalam upaya perlindungan. Hal ini, membuat praktik perdagangan monyet tidak dapat ditindak tegas, dan melanggengkan berbagai eksploitasi kejam atas nama hiburan, di antaranya praktik pemeliharaan monyet, pembuatan konten eksploitatif hingga topeng monyet.
“Sudah saatnya Pemerintah DIY menerbitkan peraturan daerah yang secara tegas melarang perdagangan monyet di Yogyakarta. Perdagangan monyet bukan hanya persoalan pelanggaran etika terhadap satwa liar, melainkan juga ancaman serius bagi kesehatan publik melalui risiko zoonosis. Banyak orang menganggap monyet sebagai satwa yang lucu, layak dipelihara, dan bahkan dipertontonkan, misalnya melalui topeng monyet, padahal risikonya nyata, mulai dari penularan TBC, herpes B, rabies, hingga parasit yang dapat berdampak langsung pada manusia,” ujar Angelina Pane, perwakilan Aksi Peduli Monyet.
Ia menegaskan, monyet berperan penting dalam menjaga keseimbangan habitat alaminya. Sebagai penyebar biji, mereka berkontribusi langsung pada proses regenerasi hutan.
Baca juga: Hari HAM, Dua Warga Pembela Lingkungan Hidup di Poso dan Ketapang Dikriminalisasi






Discussion about this post