“Langkah ini penting untuk memulihkan hutan gambut yang rusak dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat. Kami menerapkan pendekatan paludikultur yang mengombinasikan tanaman kehutanan dengan tanaman bermanfaat, seperti sagu dan buah-buahan,” ujar Kepala PREE BRIN, Asep Hidayat.
Baca Juga: Bumi Rusak, Dampak Manusia Abaikan Ibadah dengan Urusan Lingkungan
Menunggu tiga tahun
Ia menekankan pentingnya kolaborasi dalam proyek ini. Sebab restorasi lahan gambut bukan hal yang mudah, tetapi perlu kerja sama semua pihak untuk memulihkan ekosistem ini. Dampaknya juga akan langsung dirasakan masyarakat, karena metode ini memberikan nilai tambah ekonomi.
Ia berharap metode paludikultur ini bisa diadopsi daerah lain di Indonesia yang memiliki lahan gambut terdegradasi.
“Dengan pendekatan yang tepat, kita bisa mencapai hasil berkelanjutan. Harapannya, ini bisa menjadi riset unggulan dari PREE,” tambah Asep.
Baca Juga: Zulfiadi Zulhan, Produksi Logam Tanpa Jejak Karbon Lewat Reaktor Plasma Hidrogen
Kerja sama ini ditargetkan menghasilkan dampak signifikan dalam tiga tahun ke depan. Salah satunya melalui pembangunan demo plot paludikultur seluas empat hektare. Melalui demo plot ini, diharapkan peningkatan tutupan hutan dan cadangan karbon dapat terlihat, sambil memastikan lahan gambut yang terdegradasi dapat berfungsi kembali secara optimal.
Hesti menambahkan bahwa kerja sama ini membuka peluang untuk riset lanjutan. Upaya pemulihan ekosistem gambut di hutan desa Mendawai diharapkan tidak hanya berdampak positif bagi lingkungan, tetapi juga menciptakan keseimbangan antara pelestarian alam dan peningkatan ekonomi masyarakat lokal. [WLC02]
Sumber: BRIN
Discussion about this post