Wanaloka.com – Tim penyidik di Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) telah melakukan serangkaian kegiatan penggeledahan di Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada Kamis, 4 Oktober 2024 pukul 09.00 hingg 23.00 WIB. Penggeledahan dilakukan dalam rangka penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi tata kelola perkebunan dan industri kelapa sawit periode 2005 hingga 2024.
Menurut tim penyidik, dugaan posisi kasus adalah terjadi penguasaan dan pengelolaan perkebunan kelapa sawit di dalam kawasan hutan secara melawan hukum pada tahun 2005 hingga 2024 yang mengakibatkan kerugian keuangan atau perekonomian negara.
Penggeledahan di Kantor KLHK dilakukan di ruangan Sekretariat Jenderal KLHK, Sekretariat Satuan Pelaksanaan, Pengawasan dan Pengendalian (Satlakwasdal), Direktorat yang membidangi pembayaran PNBP berupa PSDH dan DR, Direktorat yang membidangi Pelepasan Kawasan Hutan, Direktorat yang membidangi Penegakan Hukum, dan Biro Hukum.
Baca Juga: Atasi Krisis Planet, Para Ahli Desak Rekonstruksi Aturan Hukum Lingkungan
Dari hasil penggeledahan tersebut, tim penyidik telah memperoleh dokumen sebanyak empat boks. Barang bukti lainnya dalam bentuk elektronik terutama terkait proses pelepasan kawasan hutan.
“Saat ini, penyidik sedang fokus melakukan analisa terhadap barang bukti dan akan melakukan pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi,” jelas tim penyidik.
Sementara Manager Kampanye Hutan dan Kebun Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nasional, Uli Arta Siagian menduga penggeledahan tersebut terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola perkebunan sawit tahun 2016-2024. Perkara itu ditengarai berkaitan dengan proses pemutihan sawit dalam kawasan hutan melalui pasal 110 A UU Cipta Kerja.
Baca Juga: Indonesia Sumbang 15 Persen Total Gempa Bumi di Dunia
Kronologi kasus versi Walhi
Sejak awal, Walhi telah menyatakan proses pemutihan ini dapat menjadi cela besar praktik korupsi. Apalagi waktu tenggat penyelesaiannya hingga 2 November 2023 yang sarat akan kepentingan transaksional politik. Namun pasca 23 November 2023, KLHK memberikan keterangan, bahwa 2 November 2023 bukanlah batas penyelesaian, tetapi batas terakhir pendaftaran.
Secara historis, Uli memaparkan, sejak 13 tahun lalu pemerintah melalui Kementerian Kehutanan, yang kini menjadi KLHK, telah memberikan ruang pengampunan untuk korporasi yang melakukan kejahatan kehutanan. Hal itu dilegalisasi lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan serta PP Nomor 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan.
Baca Juga: Banjir dan Longsor Kembali Terjang Padang Pariaman
Kedua PP ini memberikan waktu pada korporasi yang beraktivitas dalam kawasan hutan untuk mengurus kelengkapan administrasi paling lama enam bulan untuk PP Nomor 60 Tahun 2012 dan 3 Tahun untuk PP 104 Tahun 2015. Korporasi-korporasi yang beraktivitas ilegal dalam kawasan hutan dapat beraktivitas secara legal dengan mendapatkan izin pelepasan kawasan hutan apabila mengurus seluruh administrasi yang ditentukan. Namun alih-alih melakukan penegakan hukum terhadap korporasi-korporasi tersebut, pemerintah justru menerbitkan pasal 110 A dan 110 B dalam Undang-Undang Cipta Kerja.
Proses pemutihan sawit dalam kawasan hutan melalui pasal 110A dan 110B juga sangat tertutup. Selain itu, tidak diketahui juga basis data yang digunakan KLHK untuk menghitung luasan konsesi, berapa luas hutan yang ditanami sawit, dan berapa luas tutupan hutan sebelum dibuka menjadi Perkebunan.
Baca Juga: Pemanfataan Kawasan Bentang Alam Karst antara Konservasi dan Eksploitasi
Discussion about this post