Pembangunan pelabuhan terintegrasi Sangsit yang akan di bangun di Bali Utara juga akan menerabas sawah seluas 26.193 meter persegi yang tentu akan mengancam 4 subak yang berada pada wilayah tersebut.
Baca Juga: Mitigasi Dampak Kenaikan Status Gunung Ibu Menjadi Awas
Ada juga proyek Pusat Kebudayaan Bali di Bali Timur yang juga telah mengorbankan lahan persawahan hingga seluas 9,38 hektar dan menyebabkan Subak Gunaksa terdampak.
“Proyek-proyek tersebut justru mengancam Water Security and Prosperity (Keamanan dan kemakmuran air) yang tentunya akan berdampak pada peruntukan pertanian tanaman pangan hingga degradasi budaya dan hilangnya subak yang ada di tapak proyek tersebut” kata Krisna Dinatas dalam siaran pers Walhi Bali, Sabtu, 18 Mei 2024.
Subak dengan fungsi hidrologisnya merupakan salah tampungan alami bagi air. Setiap hektarnya mampu menampung air sebanyak 3.000 ton bila air tingginya 7 sentimeter. Apabila subak terus berkurang dan habis, maka secara langsung Bali akan rentan diterpa bencana, seperti banjir.
Baca Juga: Percepat Masa Darurat ke Pemulihan Pasca Bencana Alam Sumatera Barat
Krisna juga menyoroti masifnya alih fungsi lahan akibat pembangunan akomodasi parawisata yang tentu sangat banyak mengonsumsi air dalam aktivitas operasionalnya. Pembangunan hotel dan sarana akomodasi pariwisata lainnya amat meningkat tajam bahkan hingga dua sampai tiga kali lipat.
Krisna menyatakan, data Badan Pusat Statistik menunjukan pada tahun 2000 jumlah hotel bintang sebanyak 113 hotel dan di tahun 2023 menjadi 541 hotel, dengan jumlah kamar di tahun 2000 berjumlah 19.529 dan meningkat tajam menjadi 54.184 di tahun 2023.
“Banyak penelitian yang mengungkapkan jika akomodasi pariwisata adalah industri yang rakus akan air, di mana beberapa penelitian menyebutkan jika satu kamar hotel membutuhkan 800 liter/kamar/hari, sangat jauh lebih banyak ketimbang kebutuhan rumah tangga” tegasnya.
Baca Juga: Dwikorita Karnawati: Perlu Komitmen Politik Kepala Negara Atasi Krisis Air
Pembangunan infrastruktur yang menyebabkan alih fungsi lahan dan mengurangi jumlah subak di Bali tentunya merupakan hal nyata yang mengantarkan Bali pada krisis air. Terlebih banyak temuan jika Akomodasi pariwisata lebih banyak menggunakan air bawah tanah (ABT) ditambah dengan peruntukan kawasan hujau yang hingga kini tidak memenuhi kriteria sebanyak 30 persen sesuai luas wilayah dalam ketentuan peraturannya.
“Sehingga kami mendesak pemangku kebijakan untuk menghentikan segala bentuk pembangunan yang ekstraktif dan memperparah keadaan lingkungan yang menganvam ketersediaan air dan yang mengancam subak di Bali” imbuhnya. [WLC01]
Sumber: Infopublik.id
Discussion about this post