Wanaloka.com – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengidentifikasi temuan segmen sesar baru di Sumatra Barat usai gempa bumi Pasaman Barat dengan magnitudo 6,2 pada 25 Februari 2022. Identifikasi patahan baru itu berdasarkan sebaran titik-titik gempa susulan, pola morfologi serta sebaran kluster titik-titik longsoran pada lereng yang terpotong patahan serta sebaran kluster tingkat kerusakan bangunan.
Sebelumnya, hasil kajian yang dilakukan BMKG berdasarkan peta sesar aktif di Sumatra Barat di bagian utara hanya terdapat patahan di Angkola dan Sianok.
Baca Juga: Didik S. Setyadi: Akar Masalah Konflik Rusia-Ukraina adalah Soal Minyak
“Namun setelah dikaji mendalam usai gempa Pasaman Barat, kini ditemukan segmen sesar baru yang diberi nama Sesar Talamau,” kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam webinar yang digelar BMKG.
Sesar baru tersebut, diklasifikasikan sebagai sesar geser menganan (dextral strike-slip fault) yang menjadi ciri khas mekanisme sumber gempa Sesar Besar Sumatra. Sesar tersebut berpotensi menimbulkan dampak gempa hingga skala intensitas VII-VIII MMI. Pada skala intensitas tersebut, gempa yang terjadi dapat merobohkan struktur bangunan atau rumah dengan tingkat kerusakan sedang hingga berat. Apabila tidak diantisipasi dapat berakibat fatal bagi warga.
Dengan semakin bertambahnya segmen patahan aktif yang ditemukan di wilayah Sumatra Barat ini, sumber-sumber gempa yang perlu diwaspadai dan dimitigasi tidak hanya di Zona Megathtust dan Patahan Mentawai yang berada di laut saja.
Baca Juga: Macan Tutul Rasi dan Slamet Ramadhan Diharapkan Berkembangbiak di Gunung Ciremai
“Teridentifikasinya sesar baru menjadi penanda pola patahan tektonik baru. Perlu diwaspadai dan dimitigasi secara komprehensif karena selama ini zona tersebut dianggap relatif aman,” ujarnya.
Dwikorita menuturkan, relokasi masyarakat dapat menjadi opsi dalam mitigasi. Jika sulit dilakukan, maka masyarakat perlu terus diedukasi agar dapat lebih memahami konsekuensi apabila mereka terus bertahan di lokasi rawan bencana tinggi.
Terkait penemuan sesar baru tersebut, Dwikorita mewanti-wanti pemerintah daerah setempat untuk mewaspadai kompleksitas sistem sesar aktif di Sumatera Barat. Penemuan sesar baru ini perlu ditindaklanjuti dengan penentuan batas zona bahaya yang tidak boleh dibangun pemukiman masyarakat ataupun bangunan vital atau strategis dengan menerapkan konstruksi bangunan tahan gempa, demi alasan keamanan. Apabila terjadi bencana akan meminimalisir kerugian materi maupun korban jiwa.
Baca Juga: Gempa Aceh 5,6 Magnitudo, Daryono: Ciri Khas Gempa Megathrust
“Jadi penataan ruang memiliki peran besar dalam upaya mitigasi bencana,” kata Dwikorita.
Discussion about this post