Wanaloka.com – Petani Indonesia masih mengandalkan genangan air berjumlah besar dalam budidaya padi di sawah. Padahal cara tersebut dapat menyebabkan emisi gas rumah kaca dan gas metan. Dosen Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknologi Pertanian IPB University, Doktor Chusnul Arif menyebut ada metode budidaya padi sawah yang lebih ramah lingkungan, yakni metode System of Rice Intensification (SRI). Metode yang telah dipelajari Chusnul dan dipublikasi sejak 2008 itu juga diyakini bisa menjadi mitigasi kekeringan akibat perubahan iklim.
“Sistem SRI mulai diperkenalkan di Madagaskar untuk membudidayakan padi di lahan kering,” jelas Chusnul dalam PodSIL (Podcast Teknik Sipil dan Lingkungan) kampusnya.
Ada enam prinsip dalam metode SRI. Pertama, benihnya muda sehingga hanya membutuhkan 7-14 hari dan dapat memotong waktu semai. Kedua, padi ditanam dengan jarak agak lebar untuk memberi ruang tanaman dan anakan untuk tumbuh. Ketiga, satu lubang ditanami satu tanaman.
Baca Juga: Peluncuran Portal I-LEAD Berisi Putusan Hukum Kasus Lingkungan di Indonesia
Keempat, sistem irigasi lebih efektif dengan metode intermiten atau berselang. Kelima, penyiangan secara intensif untuk mengurangi gulma sekaligus meningkatkan aerasi tanaman. Keenam, direkomendasikan untuk menggunakan pupuk organik agar menghasilkan produk lebih sehat.
Beberapa kelebihan metode ini, seperti penggunaan benih lebih sedikit, sehingga lebih hemat. Jumlah air yang digunakan pun hemat hingga 40 persen.
“Kondisinya lebih kering, sehingga gas metan atau emisinya dapat dikurangi,” kata Chusnul.
Baca Juga: JM-PPK ke Istana, Tagih Pelaksanaan Rekomendasi KLHS Kendeng dan Pengesahan RPP Karst
Discussion about this post