Wanaloka.com – Berdasarkan informasi dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Gunung Ibu meletus sebanyak 95 kali sepanjang tahun 2024. Per 16 Mei 2024 hingga 31 Mei 2024, Gunung Ibu berstatus Awas (Level IV) atau level tertinggi. Gunung yang berada di Kabupaten Halmahera Barat, Ibu Utara, Maluku Utara itu meletus kembali pada 27 Mei 2024.
sementara data terbaru dari Magma Indonesia, letusan terbaru, Jumat, 31 Mei 2024 pukul 08:46 WIT. Tinggi kolom letusan teramati sekitar 800 meter di atas puncak atau kurang lebih 2125 mdpl.
Dalam letusan itu, tinggi kolom letusan mencapai 6.000 meter di atas puncak atau 7.325 meter di atas permukaan laut (mdpl). Kolom abu yang dihasilkan erupsi tampak berwarna kelabu dengan intensitas tebal dan bergerak ke arah barat.
Dampak dari erupsi tersebut, masyarakat dan wisatawan di sekitar Gunung Ibu dilarang melakukan aktivitas dalam radius 4 km dari gunung. Kemudian meluas hingga 7 km ke arah bukaan kawah di bagian utara dari kawah aktif.
Baca Juga: Siasat Petani Lestari Kulon Progo Beradaptasi dengan Perubahan Iklim (Bagian 2)
“Volcanic explosivity index gunung itu termasuk kategori eksplosif karena ketinggian kolom erupsi hingga 6.000 meter,” kata Ahli Vulkanologi Institut Teknologi Bandung (ITB), Mirzam Abdurachman.
Gunung Ibu pertama kali meletus hebat pada tahun 1911 yang merupakan letusan eksplosif. Letusan berikutnya terjadi pada tahun 1998 atau 87 tahun setelah letusan eksplosif pertama kali.
Kemudian terbentuk sumbat lava dengan volume mencapai 500 m3. Ketika akumulasi energi dari dalam perut gunung sudah tidak tertahan lagi, letusannya menjadi lebih eksplosif sebagaimana yang terjadi mulai 11 hingga 27 Mei 2024.
Baca Juga: Iklim Genting, Perempuan Petani Kulon Progo Pontang Panting (Bagian 1)
“Seperti panci yang ditutup, tetapi kita terus masak, lama-kelamaan akan meletus. Begitu pula dengan gunung api, magma terus bertambah, energi semakin terakumulasi, sampai akhirnya tidak tertahankan lagi. Terjadilah erupsi yang eksplosif,” papar Mirzam.
Penyebab Gunung Api Erupsi
Gunung api yang meletus terjadi secara siklikal maupun nonsiklikal berlangsung pada titik kritis, yaitu di bawah, di dalam, dan di atas dapur magma.
Pertama, yang bersifat siklikal, yaitu injeksi magma baru yang terjadi di dapur magma. Injeksi magma baru menyebabkan dapur magma mengalami kelebihan kapasitas sehingga terjadilah erupsi.
Baca Juga: Renungan 18 Tahun Gempa Bantul, Sesar Aktif di Pulau Jawa Terus Bertambah
Kedua, terjadi proses pemisahan antara larutan dan gas yang berlangsung di dalam dapur magma. Gasnya akan berada di atas, sedangkan bagian yang lebih ringan akan di bawahnya, sehingga ketika tidak mampu lagi ditahan akan terjadi erupsi.
Ketiga, yang bersifat nonsiklikal, misalnya tiba-tiba dapur magma ambruk sehingga keluar dengan tiba-tiba dan menyebabkan erupsi. Bisa juga ketika ada aktivitas di atas dapur magma, seperti terdapat badai, gempa bumi, kemudian es mencair, juga dapat menyebabkan erupsi.
Mirzam mengingatkan, sebenarnya, gunung api akan meletus dengan volume dan interval yang sama. Gunung Ibu misalnya, pernah meletus pada 1911 dan 1998 lalu, sehingga akan membutuhkan waktu sama untuk meletus dengan dahsyat.
Baca Juga: BMKG Sebut Potensi Kekeringan sampai Oktober 2024
“Kalau waktunya seharusnya belum tiba, tetapi ia sudah meletus, secara vulkanologi relatif bagus. Artinya akumulasi energinya belum banyak,” ujar dia.
Di Indonesia terdapat empat busur vulkanik, meliputi Busur Sunda, Busur Banda, Busur Halmahera, dan Busur Sangihe-Selebes. Menarik karena dalam waktu hampir bersamaan, beberapa gunung berapi lainnya yang berada pada busur yang sama dengan Gunung Ibu juga mengalami erupsi.
Discussion about this post