Wanaloka.com – Susilowati masih berumur 11 tahun saat gempa berkekuatan 7.8 skala Richter mengguncang bumi tempatnya berpijak di Pulau Merah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur pada 2 Juni 1994. Lantaran hari masih gelap, bocah kelas 5 sekolah dasar itu kembali meneruskan tidur bersama kakek dan neneknya.
Mereka tak menyangka saat air bah setinggi sekitar 13 meter tiba-tiba datang dan menyapu kediamannya yang tak terlalu dekat dari bibir pantai.
Mereka sempat keluar rumah dan memanjat pohon sirsak. Menyaksikan rumah pun roboh dihantam gelombang. Baru sekitar 15 menit kemudian, air mulai surut. Warga lainnya datang membantu dan bersama-sama mengungsi ke balai desa.
Baca Juga: Nasih Yuwono, Olah Sisa Makanan dengan Ember Tumpuk Jalin Kerja Sama Desa Kota
Sementara Yeni yang juga masih berusia 11 tahun saat itu, tinggal bersama om dan tantenya. Ketika tsunami menerjang, ia diselamatkan omnya yang saat itu belum tidur. Yeni sempat berpegangan pada material rumah yang ikut hanyut, sehingga mengikuti arus. Tubuhnya tersangkut dan dapat bertahan hingga air surut.
Sedangkan Eko mengisahkan rumahnya yang dihantam ombak dua kali. Hantaman pertama, rumahnya masih bisa bertahan, meskipun sudah banyak kerusakan. Namun hantaman kedua langsung meluluhlantahkan bangunan rumahnya. Ia pun berenang mengikuti arus air dan tersangkut pada kayu dan jerigen yang cukup besar yang dapat membuat tubuhnya mengapung.
Susilowati, Yeni dan Eko adalah korban selamat dalam bencana tsunami di Banyuwangi pada 1994. Mereka berbagi kisah dalam kegiatan Refleksi Gempa Tsunami 1994 Kabupaten Banyuwangi, di Kantor Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur yang digelar Direktorat Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada 27 Agustus 2024.
Discussion about this post