Selasa, 8 Juli 2025
wanaloka.com
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
wanaloka.com
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

Konsesi Tambang untuk Kampus, Mengapa Harus Ditolak?

Minggu, 9 Februari 2025
A A
Penolakan atas proyek pertambangan yang merusak lingkungan. Foto ilustrasi AI.

Penolakan atas proyek pertambangan yang merusak lingkungan. Foto ilustrasi AI.

Share on FacebookShare on Twitter

Wanaloka.com – Wacana konsesi tambang untuk kampus melalui revisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) mesti ditolak. Lewat wacana itu, pemegang otoritas berupaya menggerus independensi kampus sebagai institusi pendidikan yang berorientasi pada tridarma.

“Saya melihat upaya untuk membuat kampus terintegrasi dalam sistem pasar semakin telanjang. Independensi kampus sebagai institusi yang bekerja untuk ilmu pengetahuan bisa tercerabut,” kata Ilham Majid, dosen Universitas Musamus, saat Diskusi Publik “Timang Tambang Kampusku Sayang” yang digelar Bakul Pemimpi secara virtual, Sabtu, 8 Februari 2025.

Ilham mengatakan, rencana perguruan tinggi mendapat wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) memperlihatkan semangat liberalisasi ekonomi dalam sistem pendidikan tinggi. Kebijakan ini mendorong kampus melakukan aktivitas tambang kendati melahirkan dampak negatif. Artinya, kepentingan ekonomi menjadi prioritas, sedangkan dampak tambang urusan belakang.

“Kampus seyogianya menjadi kompas moral dan intelektualitas, bukan jadi alat negara untuk mencuci praktik-praktik buruk industri ekstraktif,” ujarnya.

Baca Juga: Sikap Dosen Soal IUP untuk Kampus: Menolak, Mengkaji dan Ingatkan Potensi Moral Hazard

Hal senada disampaikan Tata Kasmiati, dosen Universitas Sulawesi Barat. Menurutnya, pengelolaan tambang oleh kampus melenceng dari tridarma perguruan tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

Tata menyatakan, saat ini, akademisi menghadapi beban administratif yang cukup besar. Jika kampus menambah beban kerja baru berupa aktivitas tambang, maka ini bukan hanya di luar kewajaran, tetapi dapat menciptakan ketimpangan dan ketidakadilan dalam struktur akademik. Beban kerja akademisi yang meningkat akan mengurangi fokus pada tugas utama, yakni mendidik dan meneliti.

Selain itu, bisa melahirkan ketimpangan gender dalam dunia akademik. Sebab, sektor pertambangan merupakan industri yang didominasi oleh laki-laki. Kemudian, peran sebagai pengawas independen akan hilang bila kampus menjadi bagian dari pelaku tambang.

“Kewajiban kampus bukan mengapitalisasi pendidikan, tapi bagaimana membuat pendidikan menjadi acceptable bagi semua orang,” kata Tata.

Baca Juga: Kritik Izin Tambang untuk Kampus, DPR Janjikan Tampung Aspirasi Publik

Suka atau tidak, lanjutnya, tambang adalah bisnis yang tidak bersih. Posisi kampus seyogianya memproduksi pengetahuan dan teknologi untuk mereduksi efek negatif dari aktivitas tambang. Bukan sebaliknya, menjadi agen baru untuk memperluas perusakan.

“Kalau kampus mengelola tambang berarti ia pelaku. Padahal, kalau terjadi sesuatu, yang menjadi ahli untuk menilai adalah orang-orang di universitas,” ujarnya.

Zulfatun Mahmudah, komunikasi publik perusahaan tambang, mengatakan, sektor pertambangan membutuhkan modal awal yang sangat besar. Sebagai gambaran, PT Kaltim Prima Coal menghabiskan USD 570 juta dalam tahap konstruksi awalnya, atau sekitar Rp10 triliun dengan kurs saat ini. Bila kampus mengelola tambang, maka hanya ada dua pilihan. Pertama, melibatkan pihak ketiga, berarti memberi hak konsesi kepada investor dan kampus menerima fee, namun hilang kendali penuh atas tambang. Kedua, kampus harus mencari pinjaman, yang berarti harus ada aset sebagai jaminan.

Baca Juga:Mulyanto, Ormas Agama Kelola Tambang seperti Kisah Perang Uhud

Risiko lain yang akan dihadapi kampus adalah kehancuran reputasi. Kampus bisa dianggap tidak independen karena tersandera kepentingan bisnis. Kampus akan kehilangan kredibilitas akademik akibat konflik kepentingan.

“Kampus bisa dianggap menyimpang dari tujuan awalnya sebagai institusi pendidikan dan penelitian. Apakah kampus benar-benar akan mendapatkan keuntungan dari tambang? Atau justru akan merusak reputasinya?” ucap Zulfatun.

Terkait

Page 1 of 2
12Next
Tags: IUP untuk kampusKonsesi Tambang untuk Kampusrevisi UU Minerba

Editor

Next Post
Perubahan iklim, cuaca ekstrem makin sering dirasakan. Foto ilustrasi.

Perubahan Iklim, Cuaca Ekstrem Makin Sering Dirasakan

Discussion about this post

TERKINI

  • Beberapa pulau-pulau kecil di Raja Ampat, Papua Barat Daya tampak gundul akibat penambangan nikel. Foto Dok. AMAN.BUMN Pertambangan Diminta Serahkan Laporan Tahunan Tepat Waktu
    In News
    Senin, 7 Juli 2025
  • Ilustrasi sampah dari kawasan kuliner. Foto Dennis/pixabay.com.Kawasan Pasar, Kuliner, dan Mal Wajib Kelola Sampah Mandiri
    In News
    Senin, 7 Juli 2025
  • Ilustrasi nyamuk Anopheles. Foto shammiknr/pixabay.com.Riset Bakteri Wolbachia Gantikan Kelambu untuk Kendalikan Malaria di Papua
    In IPTEK
    Minggu, 6 Juli 2025
  • Ilustrasi kelelawar di pepohonan. Foto ignartonosbg/pixabay.com.Delapan Virus Baru Teridentifikasi pada Kelelawar, Pakar Ingatkan Risiko Zoonosis
    In Rehat
    Minggu, 6 Juli 2025
  • Ilustrasi kekeringan. Foto klimkin/pixabay.com.Ahli Meteorologi Ingatkan Waspada Kekeringan Meskipun Kemarau Basah
    In News
    Sabtu, 5 Juli 2025
wanaloka.com

©2025 Wanaloka Media

  • Tentang
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

©2025 Wanaloka Media