Wanaloka.com – Lithium yang terkandung dalam logam tanah jarang pada lumpur Lapindo di Sidoarjo disinyalir punya potensi besar menjadi pasokan bahan baku pendukung industri-industri berbasis energi hijau. Mengingat salah satu kebijakan pemerintah dalam pengembangan energi hijau adalah percepatan produksi kendaraan listrik.
Produksi massal baterai untuk kendaraan listrik dilakukan. Meskipun Indonesia memiliki 25 persen cadangan nikel dunia sebagai bahan baku pembuatan baterai, tetapi produksi baterai juga membutuhkan lithium yang sampai saat ini belum ditemukan lokasi penambangan yang menjanjikan.
“Penemuan potensi kandungan lithium di lumpur Sidoarjo adalah kabar baik. Tentunya sangat luar biasa apabila bisa dimanfaatkan,” kata peneliti senior dari Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim (Puslit MKPI) ITS Amien Widodo sebagaimana dilansir dari laman its.ac.id, Senin, 31 Januari 2022.
Baca Juga: Tak Hanya Lumpur Lapindo, Semua Permukaan Bumi Mengandung Logam Tanah Jarang
Amien menjelaskan, lithium adalah salah satu Critical Raw Materials (CRMs) atau material kritis. Lantaran material itu sulit didapatkan dan tidak memiliki pengganti, tetapi memiliki manfaat yang besar. Dosen Departemen Teknik Geofisika itu juga menyebutkan material kritis ini sangat diperlukan dalam pengembangan energi hijau.
Sebelumnya, Pusat Studi Kebumian dan Bencana (sekarang Puslit MKPI) ITS telah melakukan kajian kandungan lithium yang ada dalam air lumpur Sidoarjo sejak 2016. Kajian ini dilakukan dengan adsorbsi lithium dari lumpur Sidoarjo menggunakan adsorben berbasis Lithium Mangan Oksida (LMO). Adsorben ini memiliki struktur kristal spinel yang mampu menyerap lithium. Hasil kajian ini menunjukkan kandungan lithium dengan kadar sebesar 7 – 15 bagian per juta.
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 2020 menggunakan teknik Inductively Coupled Plasma – Optical Emission Spectrometry (ICP-OES). Teknik analisis ini digunakan untuk menentukan komposisi unsur dari berbagai logam.
Baca Juga: Mengenal Persoalan Energi dari Hulu ke Hilir Bersama Walhi Yogyakarta
Hasilnya, diperoleh lithium berkadar 99,26 sampai 280,46 bagian per juta dan stronsium dengan kadar 255,44 sampai dengan 650,49 bagian per juta.
“Memang terlihat perbedaan signifikan (antara kedua penelitian). Karena kami mengambil sampel berupa air lumpur, sedangkan penelitian Badan Geologi pada lumpurnya,” jelas Amien.
Dosen yang menamatkan pendidikan di Universitas Gadjah Mada itu memaparkan, data yang ada saat ini masih merupakan hasil penelitian awal sehingga membutuhkan penelitian lebih lanjut. Amien berharap pihak ITS turut dilibatkan oleh Badan Geologi maupun pemerintah.
Discussion about this post