Baca juga: Masih Satu Juta Kubik Abu Gunung Marapi, Kementerian PU Bangun 9 Sabo Dam
Selain wabah penyakit, beberapa kondisi lain juga berpotensi menimbulkan KKM, seperti bencana alam, kegagalan teknologi, situasi perang, serangan terorisme, dan mass gathering (kerumunan massa) di wilayah yang rentan.
Kondisi tidak normal akibat KKM dapat menimbulkan berbagai permasalahan baru. Sebut saja seperti peningkatan kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) penyakit, kerusakan infrastruktur dan fasilitas kesehatan, disrupsi layanan kesehatan, termasuk keterbatasan tenaga kesehatan (banyak yang menjadi korban).
Wabah Covid-19, misalnya. Banyak tenaga kesehatan yang terinfeksi sehingga harus menjalani isolasi/karantina dan menyebabkan pelayanan kesehatan menurun kualitasnya.
Baca juga: Madu Klanceng Lebih Aman Bagi Penderita Diabetes
Pada kondisi bencana, perubahan lingkungan dan kerusakan infrastruktur menyebabkan timbulnya pengungsian dengan fasilitas terbatas. Juga kerap menyebabkan menurunnya imunitas penduduk dan menyebabkan peningkatan penyakit menular rentan wabah.
Selain itu, kerusakan infrastruktur rumah sakit dan puskesmas juga memberikan dampak terhadap pelayanan kesehatan untuk penyakit tidak menular yang membutuhkan pengobatan rutin seperti hipertensi, diabetes, dan gagal ginjal yang membutuhkan layanan cuci darah rutin.
Sebab ketika sistem kesehatan mengalami perburukan, pasien-pasien penyakit kronis terkadang sulit untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang seharusnya mereka dapatkan. Jadi, pelayanan kesehatan pada kondisi kedaruratan tersebut akan memberikan tantangan besar pada sistem kesehatan di wilayah terdampak.
Baca juga: Apa Rahasia Seduhan Kopi Tubruk Terasa Lebih Nendang?
Selain itu, kondisi KKM global juga memberikan dampak signifikan pada bidang politik, ekonomi, keamanan, dan kesehatan di seluruh dunia. Kesenjangan kapasitas kesehatan negara maju penghasil obat dan vaksin akan memengaruhi keadilan dan pemerataan akses untuk negara berkembang dan negara miskin.
“Melakukan penanggulangan penyakit pada kondisi normal itu suatu keniscayaan. Tetapi, melakukan pengendalian penyakit pada kondisi KKM dapat memberikan tantangan tersendiri. Rentannya sistem kesehatan seharusnya tidak boleh menjadi hambatan dalam penanggulangan penyakit,” tutur dia.
Penanganan TBC terabaikan
Menurut Masdalina, tujuan utama dari penanggulangan penyakit adalah melindungi masyarakat melalui upaya untuk menurunkan morbiditas, mortalitas, dan disabilitas akibat penyakit. Selain melindungi masyarakat, penanggulangan penyakit juga penting untuk menjaga ketahanan sistem kesehatan agar tetap resilience.
Baca juga: Lilis Sulistyorini, Risiko Kesehatan Akibat Mikroplastik adalah Nyata dan Terukur
Belajar dari pengalaman fokus penanganan wabah Covid-19 oleh pemerintah menyebabkan beberapa program kesehatan prioritas menjadi terabaikan. Ketika KKM dinyatakan berakhir, program penanggulangan penyakit mengalami dampak signifikan.
“Beberapa bahkan mengalami kemunduran, setara dengan kondisi lima hingga sepuluh tahun sebelum pandemi terjadi,” ungkap dia.
Semisal penyakit campak yang seharusnya Indonesia sudah mengalami eliminasi pada 2023, tetapi dimundurkan menjadi 2026. Hal ini menjadi permasalahan bagi pemerintah untuk mencapai target yang telah ditetapkan dalam penanggulangan penyakit.
Baca juga: Karangsambung, Laboratorium Alam yang Rekam Sejarah Geologi Pulau Jawa
Begitu pula beberapa penyakit menular prioritas, seperti tuberkulosis (TBC), Indonesia termasuk 13 negara yang memiliki penurunan performa penanggulangan TBC lebih dari 60 persen akibat pandemi. Dua tahun terakhir, terlihat peningkatan case finding untuk TBC yang menyebabkan peningkatan insiden yang sangat signifikan.
Bahkan penemuan kasus juga masih belum mencapai target yang diharapkan. Jika dibandingkan dengan data 2017-2018 sebelum pandemi, peningkatan tersebut seharusnya tidak menyebabkan kenaikan insiden yang begitu signifikan.
“Karena itu, perlu menjadi bahan pemikiran mengapa Indonesia memiliki perbedaan dalam tingkat insiden TB dibandingkan negara lain,” kata Masdalina.
Baca juga: Ada Keberlanjutan Ekonomi Masyarakat dari Dampak Konservasi Kekayaan Hayati
Berbeda dengan Cina dan India yang termasuk tiga besar jumlah kasus TBC di dunia. Walaupun upaya penanggulangan TBC juga terdampak, tetapi grafis menunjukkan resilience yang konsisten mengikuti tren global.
Apabila dibandingkan dengan data global yang juga menunjukkan penurunan performa pengendalian TBC, sebagian besar negara umumnya mampu mengejar ketertinggalan dalam waktu satu hingga dua tahun pascapandemi.
“Berapa lama sistem kesehatan itu bisa pulih? Beberapa pengalaman kami yang sudah dipublikasikan di beberapa jurnal, hal itu sangat tergantung dengan jenis KKM yang terjadi,” beber dia.
Baca juga: Anna Fatchiya, Program Adaptasi Dampak Perubahan Ikim Gagal Tanpa Libatkan Perempuan Petani
Pihaknya membuat model dan beberapa indikator untuk pemulihan sistem kesehatan. Rata-rata untuk sistem kesehatan yang terdampak tiba-tiba seperti bencana sangat tergantung pada magnitude (besaran) dari bencana itu sendiri.
Berdasarkan pengalaman pada bencana besar di Palu, Sigi, dan Donggala, untuk pemulihan dengan delapan indikator yang dia review, terjadi setelah enam bulan standing order of disaster (SoD), dan pulih sempurna setelah satu tahun. Pemulihan tersebut membutuhkan usaha yang sangat besar.
Umumnya, proses pemulihan menyebabkan sistem dibangun lebih baik dari sebelumnya dan kondisi menjadi lebih resilience.
Baca juga: Menolak Tambang, Masyarakat Adat Halmahera Timur Alami Represi Polisi
“Ini menjadi pembelajaran kita bagaimana menetapkan sistem kesehatan yang terdampak pada KKM yang berlangsung lama seperti Covid-19. Mestinya sudah ada publikasi terkait berapa lama kita bisa pulih setelah KKM itu terjadi,” kata dia.
Ketahanan sistem kesehatan
Ketahanan sistem kesehatan (health resilience) merupakan satu kemampuan untuk mengatasi situasi sulit penuh tekanan untuk mempertahankan atau memulihkan fungsi normalnya.
Ada sedikit perbedaan pada kemampuan sistem kesehatan untuk bekerja secara proaktif memulihkan dan beradaptasi terhadap guncangan yang ada. Serta, untuk dapat mempertahankan fungsi dan operasi penting, baik untuk menghadapi tantangan yang diharapkan maupun yang tidak.
Baca juga: Neng Eem, Nasib Masyarakat Adat Terlunta-lunta di Tanah Sendiri
Tantangan yang dihadapi adalah melakukan perbaikan pada indikator-indikator yang ada, karena ketahanan (resiliensi) sistem kesehatan saja biasanya tidak serta-merta menciptakan perbaikan yang signifikan. Sebagaimana dalam penanganan bencana, seringkali keruntuhan sistem terdahulu membuat pembangunan sistem baru menjadi lebih baik.
“Dalam konteks KKM seperti Covid-19, kondisi ini seharusnya dapat menjadi momentum untuk menciptakan sistem kesehatan yang jauh lebih baik dan berkelanjutan,” tegas Masdalina.
Indikator ketahanan sistem kesehatan adalah kemampuan menangani berbagai tantangan dalam sistem kesehatan dan masalah kesehatan masyarakat, peningkatan fungsi sistem kesehatan untuk melindungi masyarakat selama krisis, dan pemeliharaan fungsi-fungsi inti sistem kesehatan. [WLC02]
Sumber: Kementerian Kesehatan, BRIN
Discussion about this post