Wanaloka.com – Berdasarkan salah satu studi, dalam dua dekade terakhir (2000-2020), Amerika telah kehilangan 22 persen populasi kupu-kupu. Penurunan populasi kupu-kupu memerlukan perhatian serius.
Guru Besar di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan (Fahutan) IPB University, Prof. Noor Farikhah Haneda menjelaskan, fenomena ini dipengaruhi berbagai faktor lingkungan seperti polusi, perubahan iklim, dan berkurangnya ketersediaan tanaman pakan serta inang.
Pakar bidang entomologi hutan ini menjelaskan, sensitivitas kupu-kupu terhadap perubahan lingkungan bervariasi antarjenis. Ada kupu-kupu yang sangat rentan terhadap polusi, ada pula yang mampu bertahan di lingkungan yang tercemar.
Baca juga: Penanganan Covid-19 Abaikan TBC, Kini Indonesia Jadi Partisipan Uji Klinik Global Vaksin M72
“Penurunan populasi ini berkorelasi erat dengan kualitas lingkungan, terutama ketersediaan food plant (tanaman pakan) dan host plant (tanaman inang) bagi serangga bersayap indah ini,” ujar dia.
Ia membandingkan populasi kupu-kupu di area dengan tingkat polusi berbeda, serta di perbatasan hutan dan pemukiman. Penurunan kualitas habitat secara keseluruhan berkontribusi signifikan terhadap penurunan populasi kupu-kupu, di mana beberapa spesies mampu beradaptasi sementara yang lain tidak.
“Kupu-kupu cenderung menjadikan hutan sebagai habitat utama. Namun, mereka juga mencari makan dan beraktivitas di area terbuka yang terpapar sinar matahari, termasuk pemukiman,” jelas dia.
Baca juga: Emerita pangandaran, Temuan Spesies Baru Undur-Undur Laut di Pantai Selatan Jawa
Dampak nyata ekologis
Menurut Noor, berkurangnya populasi kupu-kupu memiliki dampak nyata terhadap ekosistem. Ini menyangkut jaring-jaring makanan dan proses polinasi. Semakin sedikit kupu-kupu, semakin berkurang pula produk yang dihasilkan dari penyerbukan tanaman.
“Faktor-faktor seperti penurunan kualitas udara, lingkungan, ketersediaan makanan, dan hilangnya habitat menjadi penyebab utama tren penurunan ini,” papar dia.
Ia menekankan pentingnya penyediaan pakan bagi kupu-kupu, salah satunya dengan menanam tanaman berbunga.
Baca juga: Ikan yang Ditangkap dengan Bahan Peledak Tak Layak Konsumsi
Sebagai solusi jangka pendek, penyediaan cairan madu di area tertentu bisa dilakukan. Seperti yang ada di Kampus IPB Dramaga, yakni di sekitar Fakultas Pertanian (Faperta) dan Graha Widya Wisuda (GWW).
“Solusi jangka panjangnya adalah menanam tanaman-tanaman yang berbunga sebagai sumber nektar bagi kupu-kupu,” imbuh dia.
Pembangunan atau pelestarian alam?
Selama ini, ada dilema antara pembangunan dan pelestarian alam. Keberadaan polusi seiring dengan perkembangan pembangunan adalah tak terhindarkan.
Baca juga: Janji Komisi IV DPR, Revisi UU Kehutanan Terbuka hingga Ada Pengakuan Hutan Adat
“Polusi pasti ada seiring dengan pembangunan. Namun harus diimbangi dengan upaya penyediaan ruang terbuka hijau dan penanaman tanaman yang menjadi pakan kupu-kupu,” tegas dia.
Pemerintah telah menetapkan regulasi yang mewajibkan penyediaan persentase tertentu ruang terbuka hijau (RTH), termasuk di kawasan industri dan pabrik. Ketentuan ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan lingkungan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, luas RTH minimal harus mencapai 30 persen dari total luas wilayah kota. Dari jumlah tersebut, 20 persen harus berupa RTH publik dan 10 persen RTH privat.
Baca juga: Yance Arizona, RUU Masyarakat Adat Masuk Prolegnas 2025 Tapi Perlu Pembaruan Draf Lagi
Regulasi ini diperkuat melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, dan Peraturan Menteri ATR/BPN No. 14 Tahun 2022 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau.
Selain itu, keberadaan hutan kota juga diatur dalam PP Nomor 63 Tahun 2002. Isinya menetapkan bahwa luas hutan kota minimal harus mencakup 10 persen dari luas wilayah kota sebagai bagian dari RTH.
Discussion about this post