Wanaloka.com – Pada 1926, pendiri Anton Pannekoek Institut of Astronomy, Dr. van der Hucht, bekerja di Observatorium Bosscha selama tiga bulan untuk mengukur kecerahan Southern Milky Way. Ia menghasilkan sebuah peta yang sangat indah yang menggambarkan Southern Milky Way. Penelitian yang dilakukan van der Hucht telah dipublikasikan di Annalen of the Bosscha Sterrewacht pada 1928.
Sayangnya, kondisi Observatorium Bosscha sempat mengalami kekacauan pada masa akhir Perang Dunia II dan masa pendudukan Jepang. Banyak teleskop dan alat instrumentasi optik yang hilang. The Netherlands-Indies Astronomical Society (NISV) sebagai pemilik observatorium, tidak tahu harus melakukan apa saat itu.
Kemudian, pemilik observatorium meminta bantuan kepada Universiteit van Indonesie di Bandung (sebelumnya bernama Sekolah Tinggi Teknik Bandung) saat itu untuk mengatur manajemen Observatorium Bosscha. Inilah awal mula pendidikan astronomi di Indonesia.
Baca Juga: Ini Peran Para Pendiri dan Aneka Teleskop Observatorium Bosscha
Demikian kisah awal pendidikan astronomi di Indonesia seiring perkembangan peran Observatorium Bosscha yang disampaikan salah satu astronom Anton Pannekoek Institut of Astronomy, University of Amsterdam, Prof. Dr. Edward van den Heuvel dalam peringatan 100 Tahun Observatorium Bosscha di Lembang, 30 Januari 2023. Ia juga menjadi bagian dari European Space Agency, Leids Kerkhoven Bosscha Fonds, dan Royal Academy of Arts and Science.
Selama dikelola Universiteit van Indonesie di Bandung, banyak astronom dari Belanda diundang untuk “menyelamatkan” observatorium ini. Astronom pertama yang datang adalah lulusan Harvard University, Dr. Elsa van Albada pada Desember 1948. Ia mendapat tugas menyusun alat-alat instrumentasi yang sebelumnya berantakan.
Baca Juga: Observatorium Bosscha Lahir di Tengah Keluarga Ilmuwan di Kebun Teh
Selanjutnya, mahasiswa Anton Pannekoek Institute of Astronomy, Dr. Bruno van Albada diminta hadir di Observatorium Bosscha untuk menjadi direkturnya.
“Dia mulai mengajar astronomi di universitas,” tutur van den Heuvel.
Dr. Bruno van Albada dinobatkan sebagai Professor of Astronomy pada 1951 sekaligus menjadi yang pertama di Indonesia. Setelah pelantikan tersebut, NISV menyerahkan kepemilikan Observatorium Bosscha kepada Universiteit van Indonesie di Bandung (kemudian berubah menjadi ITB pada 1959). Pada hari penting itulah Departemen Astronomi di ITB terbentuk.
Baca Juga: Paul Ho: Dulu Lubang Hitam Hanya Bisa Didengar dan Kini Bisa Dilihat
Dr. Bruno van Albada mengajar generasi astronom pertama di Bandung selama sembilan tahun. Pada 1958, Pik Sin Thé berhasil menjadi lulusan pertama dari Departemen Astronomi.
Pik Sin Thé melanjutkan pendidikan Ph.D di Case Western Reserve University di Cleveland dengan beasiswa dari pemerintahan Amerika. Di sana, The dibimbing secara langsung oleh Prof. Victor Blanco.
“Pada periode itu, masyarakat Belanda harus meninggalkan Indonesia akibat permasalahan politik yang terjadi. Terjadilah kekosongan pemimpin di Observatorium Bosscha.” ungkap van den Heuvel.
Baca Juga: Satu Abad Observatorium Bosscha
Discussion about this post