Wanaloka.com – Salah satu pasal Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang bermasalah adalah Pasal 240 tentang tindak pidana penghinaan terhadap Pemerintah atau lembaga negara dan Pasal 217-220 tentang tindak pidana terhadap martabat Presiden dan atau Wakil Presiden. Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (PSHK FH UII) mengkhawatirkan perumusan pasal tersebut menjadi ancaman dan pembatasan masyakarat dalam menyampaikan pendapat dan kritik kepada Pemerintah dan atau lembaga negara. Mengingat penyampaian pendapat dan kritik merupakan hak konstitusional masyarakat yang diatur dalam Pasal 28E UUD 1945.
“Jadi penegak hukum harus dapat membedakan antara tindak pidana dan kritik kepada Pemerintah,” kata Peneliti PSHK, Taufiqurrahman dalam siaran pers yang diterima Wanaloka.com, 7 Desember 2022.
Catatan lain PSHK UII atas pengesahan KUHP, terkait batasan rujukan dan atau pendelegasian pengaturan tindak pidana pada Pasal 12 KUHP. Pasal itu menyebutkan, bahwa tindak pidana merupakan perbuatan yang oleh peraturan perundang-undangan diancam dengan sanksi pidana dan atau tindakan.
Baca Juga: Situasi Terkini Lumajang Pasca Erupsi Gunung Semeru 4 Desember 2022
Menurut Taufiqurrahman, ketentuan rujukan dan atau pendelegasian pada peraturan perundang-undangan tersebut sangat luas. Artinya, pengaturan tentang tindak pidana tidak hanya di tingkat UU dan peraturan daerah. Namun juga dapat dengan peraturan perundang-undangan lain, seperti peraturan pemerintah, peraturan menteri, peraturan gubernur.
“Itu bertentangan dengan asas kepastian hukum dan kedaulatan rakyat,” ucap Taufiqurrahman.
Catatan selanjutnya, meskipun telah melalui penyusunan yang lama, bukan berarti RKUHP dapat disahkan secara terburu-buru. Ini berkaitan dengan meaningfull participation dalam proses pembentukan RKUHP sebagaimana amanat konstitusi.
Baca Juga: Walhi, KUHP Menguntungkan Korporasi Penjahat Lingkungan
“Terlebih KUHP sangat berkaitan langsung dengan rakyat. Karena pada akhirnya, KUHP menjadi penentu apakah rakyat akan dipidana atau tidak dipidana,” tutur Taufiqurrahman.
KUHP yang telah disahkan pada 6 Desember 2022 tersebut akan mulai berlaku setelah tiga tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Artinya, jika diundangkan pada Desember 2022, maka KUHP baru akan berlaku pada Desember 2025.
Ketentuan peralihan itu diperlukan bagi pemerintah untuk melakukan penyamaan presepsi kepada penegak hukum dalam menegakkan KUHP serta memberi pemahaman dan waktu adaptasi kepada masyarakat.
“Jadi perlu mekanisme yang jelas dalam kurun waktu tiga tahun tersebut agar optimal,” kata Taufiqurrahman.
Baca Juga: Sumber Gempa Dangkal Jember M6,2 di Luar Zona Subduksi
Mengingat pengesahan RKUHP ini mendapatkan berbagai penolakan karena dianggap memiliki muatan yang membatasi hak asasi yang dimiliki masyarakat secara ketat. Atas beberapa catatan tersebut, PSHK UII membuat sejumlah rekomendasi.
Discussion about this post