Wanaloka.com – Sebanyak 153 perusahaan di Kawasan Industri Medan (KIM), Sumatera Utara, diduga menggunakan air tanah secara ilegal. Merespons laporan Wakil Gubernur Sumatera Utara, Musa Rajekshah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menekankan agar menegakkan aturan.
Musa Rajekshah menyebutkan terdapat perusahaan atau mitra industri yang berada di PT Kawasan Industri Medan (KIM) yang disebut juga dengan tenant berjumlah 437 perusahaan dengan rincian pemakaian air permukaan masing-masing.
Sebanyak 171 perusahaan yang tercatat menggunakan meteran air permukaan yang diproduksi melalui mitra kerja PT KIM yakni PT DCC. Kemudian, 1 perusahaan yaitu PT GA yang memproduksi dan menggunakan sendiri air permukaannya. Dan, terdapat 112 perusahaan yang menggunakan air dari PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara (Sumut).
Baca Juga: Pemerintah Investigasi Dugaan Kebocoran Sumur Gas di PLTP Sorik Marapi
“Dari data tersebut, dapat digambarkan bahwa terdapat selisih perusahaan yang tidak menggunakan air permukaan sebanyak 153 perusahaan. Diperkirakan sebanyak 153 perusahaan diduga mengambil dan menggunakan air tanah secara tidak sah karena tidak mempunyai meteran air permukaan,” ungkap Wagub Sumut Musa Rajekshah.
Icek-sapaan akrab Wagub Sumut itu, mengungkapkan, jika diasumsikan 153 perusahaan yang diduga mengambil dan menggunakan air tanah secara ilegal, menggunakan air permukaan pada tahun 2021 sama dengan data Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD) Provinsi Sumut, maka asumsi perhitungan potensi kerugian daerah pada tahun 2021 adalah minimal sekitar Rp313 Juta.
Baca Juga: Gempa Bayah Banten Magnitudo 5,1 Berpusat di Darat
Pokok permasalahan terkait air tanah di Sumut, ujar Wagub Sumut, merujuk pada pasal 39 ayat 1 huruf c PP No 142 Tahun 2015 tentang Kawasan Industri yang secara tegas melarang perusahaan industri mengambil air tanah di kawasan industri. Regulasi terdahulu, yaitu PP No 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri mengatur hal yang sama. Namun, diduga ada beberapa perusahaan melakukan penyimpangan atas aturan tersebut.
Berdasarkan laporan yang diterima KPK, penerimaan pajak daerah yang seharusnya disebut pajak air tanah, pada kurun waktu Desember 2017 hingga November 2018 sebesar Rp7 Miliar dari 68 perusahaan yang membayarkan. Pembayaran pajak tidak dilanjutkan karena berbagai alasan salah satunya perizinan.
KPK mendorong percepatan penyelesaian permasalahan penggunaan air tanah di KIM. KPK mengingatkan agar para pihak menjalankan tugasnya dan menegakkan aturan yang telah ditetapkan terkait pengelolaan air tanah.
Baca Juga: Jangan Kebanyakan Pakai Obat Kumur, Ini Alasannya
“Apabila ada penyimpangan yang berdampak pada kerugian negara atau ada pihak yang tidak bisa diatur, ya tegakkan aturannya,” tegas Direktur Koordinasi dan Supervisi I KPK, Didik Agung Widjanarko.
Discussion about this post