Wanaloka.com – Indonesia kini memiliki fasilitas pengelolaan senyawa Polychlorinated Biphenyls atau Bifenil Poliklorinasi (PCBs) non thermal. Ini merupakan fasilitas pertama dan satu-satunya di Tanah Air dalam pengelolaan limbah tercemar senyawa PCBs dengan metode tanpa pembakaran.
PCBs adalah senyawa yang sangat berbahaya dan beracun yang saat ini masih terdapat pada trafo dan kapasitor listrik, terutama pada minyak dielektrik (oli) yang terkandung di dalam kedua peralatan tersebut. PCBs telah terbukti menyebabkan berbagai jenis kanker [karsinogenik], kerusakan syaraf, gangguan sistem pencernaan, memicu kemandulan dan ketidakseimbangan hormon.
Dalam dosis yang tinggi, PCBs dapat menyebakan kematian dan keracunan massal seperti terjadi di Jepang pada tahun 1968 yang dikenal dengan peristiwa Kanemi Yusho, minyak beras yang diketahui terkontaminasi senyawa PCBs.
Baca Juga: Kasus Pencemaran Lingkungan, GM dan Direktur PT SIPP Terancam 10 Tahun Bui
Tercatat 15.000 penduduk di wilayah utara Kyushu Jepang, menderita pigmentasi pada kulit, peningkatan angka kematian janin, serta tercatat sebanyak 400.000 kasus kematian ternak unggas.
Sebelas tahun kemudian peristiwa terkontaminasi senyawa PCBs melanda Taiwan tengah pada 1979 dan 1980. Dilaporkan sebanyak 1.843 kasus dengan gejala penyakit yang sama dengan peristiwa Kanemi Yusho.
Kasus terkontaminasi senyawa PCBs di Taiwan ini menyerang pada kelompok usia 11 hingga 20 tahun, serta bayi yang baru dilahirkan dengan gejala hiperpigmentasi dari ibu yang terkontaminasi PCBs.
Baca Juga: Walhi: Make Mercury History Hanya Jadi Jargon Apabila Tak Sentuh Akar Masalah
Selain membahayakan bagi manusia, lingkungan yang tercemar PCBs sulit dihancurkan secara alami. Hasil penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kementerian LHK) mengungkap, adanya pencemaran PCBs di Sungai Citarum, Ciliwung dan Cisadane, yang berdampak pada puluhan jenis ikan konsumsi di sungai dan pesisir laut Indonesia, bahkan telah terdeteksi pada air susu ibu di beberapa kota di Jawa dan Sumatera.
Saat ini diperkirakan 10 persen dari minimal 1,2 juta unit trafo aktif yang dimiliki oleh industri di Tanah Air, terutama dari sektor yang membutuhkan dan mengelola energi listrik besar seperti industri pembangkitan, minyak dan gas, kimia, pulp dan kertas, besi baja, pertambangan serta manufaktur, diduga terkontaminasi PCBs dengan total potensi limbah sebesar lebih dari 800.000 ton yang sebagian besar bersumber dari kontaminasi silang PCBs, yaitu ketika trafo bersih terjangkit PCBs dari trafo lain yang terkontaminasi.
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun (PSLB3) Rosa Vivien Ratnawati mengemukakan, Indonesia kini memiliki fasilitas pengelolaan PCBs non thermal pertama.
Discussion about this post