Pada saat yang sama, insentif dalam bentuk tax holiday berupa pengurangan PPh badan untuk bidang usaha pembangkit tenaga listrik berbasis EBT termasuk panas bumi juga disediakan pemerintah. Lalu, insentif berupa pajak dalam rangka impor atau PDRI yang mencakup Pajak Pertambahan Nilai (PPN), bea masuk, dan PPh 22 impor yang terutang atas barang modal untuk kegiatan usaha panas bumi.
Selain itu, kontrak pengusahaan panas bumi dimana pemerintah mendapatkan setoran sekitar 34 persen dari penerimaan bersih pengusaha panas bumi juga diberikan insentif. Berupa pajak penghasilan ditanggung pemerintah PPh DTP yang pemberiannya diatur melalui mekanisme subsidi pada APBN.
Sementara itu, warga dan ruang hidupnya yang terancam tambang panas bumi, justru diperhadapkan dengan ancaman kriminalisasi. Salah satunya melalui Pasal 46 dan 74 UU 21 Tahun 2014. Pasal 46 menyebutkan bahwa setiap orang dilarang menghalangi atau merintangi pengusahaan panas bumi yang telah memegang Izin Pemanfaatan Langsung atau Izin Panas Bumi, dan telah menyelesaikan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42.
Baca Juga: PT NSP Disebut Mencicil Ganti Rugi Karhutla hingga 18 Desember 2024
Sanksi atas pelanggaran pelarangan tersebut dikemukakan di Pasal 74. Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau merintangi pengusahaan panas bumi untuk pemanfaatan tidak langsung terhadap pemegang Izin panas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun atau pidana denda paling banyak Rp70 miliar.
Berdasarkan kekerasan negara-korporasi dan jaminan hukum serta insentif untuk industri tambang panas bumi, menempatkan rakyat dan lingkungan untuk memikul risiko sosial dan ekologis dari seluruh proses pengembangan panas bumi.
Atas temuan kasus-kasus di lapangan, Jatam dan masyarakat terdampak geothermal menyatakan:
Baca Juga: Nahkoda Kapal Asing Pencemar Laut Natuna Divonis 7 Tahun Penjara
Pertama, menuntut Kementerian ESDM segera menghentikan dulu eksplorasi dan operasi dari proyek-proyek pertambangan yang tengah berjalan. serta cabut seluruh izin tambang panas bumi di seluruh Indonesia.
Kedua, menuntut Kementerian ESDM agar segera lakukan evaluasi menyeluruh, atas seluruh kejahatan industri tambang panas bumi, serta membuka diri untuk audit publik menyeluruh serta penegakan hukum termasuk tanggung-jawab pemulihan kerusakan.
Ketiga, menuntut Kementerian ESDM, berbagai asosiasi pertambangan termasuk pertambangan panas bumi, untuk berhenti melakukan pemasaran sosial dan operasi media. Mereka menyebarluaskan citra bahwa tambang panas-bumi untuk pembangkitan listrik adalah baik, rendah karbon, aman bagi lingkungan, dan menyejahterakan bagi penduduk wilayah yang diduduki dan diganggu oleh operasi proyek tambang panas-bumi.
Baca Juga: Belajar dari ITB Kelola Sampah Dapur hingga Limbah B3 secara Mandiri
Keempat, Kapolri dan Panglima TNI agar menertibkan seluruh anggotanya yang menjadi centeng korporasi industri tambang panas bumi. Serta memberikan sanksi tegas bagi anggota TNI maupun Polri yang selama ini terbukti dikerahkan untuk menerapkan teror kekerasan bagi warga yang menolak proyek tambang panas-bumi.
Kelima, mendesak seluruh lembaga keuangan dan bank, mulai dari World Bank, ADB, KfW, serta organisasi-organisasi konservasi internasional yang justru telah ikut mendorong investasi tambang panas-bumi, agar mengakhiri dukungannya, dan menghentikan pendanaan pada proyek-poyek panas bumi di Indonesia.
Keenam, membatalkan UU Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi yang secara resmi hendak menyesatkan warga-negara Indonesia dengan menyatakan bahwa industri ekstraksi panas-bumi untuk pembangkitan listrik tidak termasuk dalam kegiatan industri pertambangan.
Baca Juga: Status Gunung Ijen Meningkat, Waspada Gas Beracun dan Letusan Freatik
Penolakan tegas dan penjagaan keselamatan kolektif warga di wilayah kerja tambang panas-bumi adalah aspirasi warga-negara yang tidak mungkin lagi diabaikan oleh para pengurus badan-badan negara, badan-badan pembiayaan keuangan multilateral maupun swasta, termasuk PT SMI sebagai badan pembiayaan di bawah Kementerian Keuangan yang berperan kunci dan bertanggung-jawab penuh dalam perpipaan saluran dana untuk meneruskan petualangan investasi tambang panas bumi di Indonesia.
Keracunan Gas SMGP
Sementara Kementerian ESDM menerjunkan tim inspektur panas bumi untuk melakukan investigasi sehubungan dengan dugaan keracunan gas yang menimpa masyarakat di Desa Sibanggor Julu.
“Sumber gas yang tercium masyarakat belum dapat diketahui jenis dan sumbernya dari lokasi sumur atau dari tempat lain. Untuk itu, Kementerian ESDM segera menerjunkan Tim Inspektur Panas Bumi untuk berkoordinasi dan melakukan investigasi atas kejadian tersebut,” ujar Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi pada 23 Februari 2024.
Baca Juga: Emi Sukiyah, Pesona Jawa Barat Bagian Selatan Menyimpan Potensi Bencana
Kementerian ESDM juga telah memerintahkan PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) yang beroperasi di daerah tersebut. Juga menghentikan sementara seluruh kegiatan di Wellpad V terhitung mulai hari ini.
Kejadian dugaan keracunan gas yang menimpa masyarakat di Desa Sibanggor Julu diduga berkaitan dengan kegiatan aktivasi sumur SMP V-01 milik PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP). Sumur SMP V-01 merupakan sumur pertama di well pad V, wellpad yang baru di kembangkan oleh PT SMGP. Jarak antara wellpad V dengan pemukiman terdekat di Desa Sibanggor julu sekitar 700 meter.
Dari laporan yang diterima, kegiatan aktivasi sumur pada 22 Februari 2024 lalu telah dilakukan sesuai dengan Standard Operation Procedure (SOP) dan melibatkan perangkat keamanan desa untuk melakukan penjagaan di lokasi yang dianggap kritis. Sebelumnya juga telah dilakukan sosialisasi dengan masyarakat. [WLC02]
Sumber: Jatam, Kementerian ESDM
Discussion about this post