Wanaloka.com – Pro kontra legalisasi ganja medis di Indonesia masih hangat diperbincangkan. Bermula dari seorang ibu yang membutuhkan ganja medis untuk terapi anaknya yang cerebal palsy. Masyarakat pun mengusulkan legalisasi ganja kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sejumlah elit politik pun merespons. Wakil Presiden Ma’ruf Amin memberi saran Majelis Ulama Indonesia (MUI) agar mengeluarkan fatwa penggunaan ganja medis. Sementara Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Petrus Reinhard Golose menolak penggunaan ganja untuk segala keperluan, termasuk untuk medis. Bagaimana kata pakar?
Beda Ganja Medis dan Rekreasional
Divisi Psikiatri Adiksi Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair) dokter spesialis kesehatan jiwa, Soetjipto menegaskan bahwa perlu dibedakan antara ganja medis dengan ganja rekreasional.
Ganja medis banyak dipakai untuk hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan. Di dalamnya terkandung cannabidinol (CBD) yang dapat menjadi obat terapi bagi berbagai macam penyakit. Istilah untuk ganja medis adalah cannabis sativa atau hemp.
“Ganja medis memiliki keunggulan dapat mengatasi beragam penyakit,” kata Soetjipto.
Baca Juga: Pasar Kebun Sayur yang Tak Menjual Sayur
Berdasarkan beberapa penelitian, ganja medis punya beragam manfaat untuk kesehatan. Seperti dapat digunakan untuk mencegah glaukoma, anti-epilepsy atau anti-kejang yang dalam hal ini sangat bermanfaat bagi penderita cerebal palsy, sebagai penenang alami, membantu menumbuhkan tulang pada pasien osteoporosis, antidiabetes, antihipertensi, antikanker, antinyeri, pengobatan diabetes melitus, juga terapi penyakit lupus.
Sedangkan ganja rekreasional mengandung tetrahidocannabinol (THC) yang tinggi. Kandungan tersebut yang menyebabkan seorang pengguna dapat mengalami sensasi “high” atau “fly.” Penyebutan untuk ganja rekreasional adalah cannabis indica atau mariyuana.
Pemakaian ganja rekreasional dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan. Misalnya infeksi paru-paru, serangan jantung, peradangan saluran pernafasan, lambat berpikir, hingga memicu munculnya gangguan bipolar.
Baca Juga: Gempadewa Tolak Pengukuran Lahan Tahap 2 di Wadas
“Ganja rekreasional ini biasa dipakai untuk narkoba,” kata Soetjipto.
Tidak untuk Merokok
Meskipun bermanfaat untuk kesehatan, Soetjipto mengingatkan agar ganja medis digunakan dengan cara yang tepat agar memberikan manfaat yang tepat
“Salah pemakaian ganja medis akan menimbulkan akibat yang fatal,” kata Soetjipto.
Penggunaan ganja medis pun berbeda dengan cara mengonsumsi ganja rekreasional. Biasanya penggunaan ganja medis melewati proses penyulingan. Hasil dari proses tersebut menghasilkan minyak ganja.
“Tidak serta-merta penggunaan umumnya yang seperti rokok. Cara itu akan menimbulkan efek samping lebih banyak,” bebernya.
Baca Juga: Zullies Ikawati: Legalisasi Ganja Medis Bukan Tanamannya, Tapi Obatnya
Sebab daun ganja kering yang digunakan dengan cara dibakar, kemudian diisap seperti rokok dapat menimbulkan zat-zat berbahaya.
Halal Haram Ganja Medis
Lantas bagaimana dari sisi hukum Islam? Menurit ahli hukum Islam Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prawitra Thalib, ada lima sebab syariat atau hukum dalam Islam diturunkan. Lima aspek yang disebut maqashid syari’at itu meliputi pemeliharaan agama, pemeliharaan nyawa, pemeliharaan akal, pemeliharaan keturunan, dan pemeliharaan harta.
Artinya, apabila ditujukan untuk memelihara nyawa, penggunaan ganja diperbolehkan. Namun demi memelihara akal, penggunaan ganja untuk tujuan rekreasional diharamkan.
“Jadi fatwa ganja medis diperlukan untuk menegaskan batasan penggunaan ganja untuk kepentingan memelihara nyawa,” terang Prawitra.
Baca Juga: Memasang Jerat Berburu Satwa Liar Bisa Dipidana 5 Tahun Penjara
Selain itu, fatwa legalisasi ganja juga seharusnya mampu mengakomodasi upaya pencegahan agar tidak disalahgunakan. Dengan kata lain, fatwa tersebut juga berfungsi mencegah salah tafsir, bahwa seolah ganja dihalalkan sepenuhnya.
“Kalau sehat wal’afiat, tidak boleh pakai ganja,” kata Prawitra.
Apabila ingin mengeluarkan fatwa mengenai legalitas ganja medis, menurut Prawitra, MUI harus mempertimbangkan aspek urgensinya. Artinya, yang diutamakan adalah hisbunnafs atau pemeliharaan nyawa. Penggunaan ganja medis harus ditujukan untuk pemeliharaan nyawa, tanpa membahayakan pemeliharaan akal.
Discussion about this post