Baca Juga: Longsor Tambang di Solok Berada di Zona Potensi Gerakan Tanah
Tidak seluruh luasan Kawasan Hutan Lindung yang diusulkan menjadi Taman Nasional (102.125 ha) disetujui Tim Terpadu. Mengingat di lokasi tersebut terdapat program perhutanan sosial, persetujuan penggunaan kawasan hutan dan indikasi penyelesaian penguasaan tanah dalam rangka penataan kawasan hutan (PPTPKH).
Tokoh adat minta hindari invetor asing
Ketiga, proses dialog perubahan menjadi taman nasional sudah dilakukan sejak kegiatan Evaluasi Kesesuaian Fungsi Cagar Alam sebelum dilakukan proses usulan perubahan fungsi. Selanjutnya dalam proses penelitian lapangan oleh tim terpadu dalam proses usulan perubahan fungsi, telah dilakukan dialog melalui diskusi terpimpin bersama komunitas masyarakat.
Dialog itu dilakukan di Desa Fatumnasi Kecamatan Fatumnasi (masyarakat dan tokoh adat Kefetoran Nunbena); Desa Mutis Kecamatan Fatumnasi (masyarakat dan tokoh adat Kefetoran Mutis Nuapin); Desa Netemnanu Kecamatan Amfoang Timur (masyarakat dan tokoh adat Kefetoran Mutis Honuk); Kelurahan Lelogama Kecamatan Amfoang Selatan; Desa Oh Aem; Desa Tasinifu Kecamatan Mutis (masyarakat dan tokoh adat Kefetoran Aplal); Desa Bonleu Kecamatan Tobu.
Baca Juga: Tambang Ilegal di Solok Longsor, 12 Tewas dan 2 Orang dalam Pencarian
Pemerintah menghormati pendapat setiap warga masyarakat. Komunikasi dengan tokoh adat setempat, baik Pemangku Adat Kerajaan Amfoang, Kerajaan Molo dan Kerajaan Miomafo, menurut Mamat terus dijalankan. Juga sosialisasi kepada masyarakat luas terus dilakukan agar masyarakat memahami bahwa perubahan fungsi ini dilakukan untuk pengelolaan hutan konservasi yang lebih baik dan memberikan dampak positif kepada masyarakat.
Pemangku Adat/Raja Amfoang Robby Manoh menyatakan dukungan pembentukan taman nasional. Alasannya, terdapat kesamaan ketentuan pengelolaan taman nasional dengan ketentuan adat, dimana diatur larangan untuk melakukan pemanfaatan secara berlebihan dalam pemanfaatan hasil alam berupa madu, satwa liar dan lain-lain.
Sedangkan Pemangku Adat/Raja Mollo Fillus Oematan menyatakan mendukung perubahan fungsi ini karena akan memberikan dampak baik kepada masyarakat dan tetap melindungi situs-situs adat yang ada dalam kawasan hutan. Sementara Pemangku Adat/Raja Miomafo, Willem Kono memahami latar belakang dan tujuan perubahan fungsi cagar alam dan hutan lindung menjadi taman nasional.
Baca Juga: Begini Siklus Zat Beracun Arsen Mengontaminasi Tubuh Melalui Makanan
“Asalkan sedapat mungkin menghindari investor asing yang masuk dalam pengelolaan taman nasional,” kata Willem Kono.
Tak ada rencana investasi wisata alam masif
Keempat, terkait kekhawatiran akan rusaknya hutan akibat aktifitas pembangunan untuk investasi perlu dipahami bahwa dalam pengelolaan taman nasional dilakukan pembagian ruang yang dilakukan sesuai kriteria kondisi biofisik, keberadaan satwa dan tumbuhan liar, kondisi landscape, keberadaan situs budaya atau sejarah serta aspek lainnya.
Pengaturan zonasi meliputi zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan, zona tradisional, zona rehabilitasi, zona religi, budaya dan sejarah serta zona khusus. Selanjutnya di zona pemanfaatan akan dilakukan pengaturan menjadi ruang usaha dan ruang publik. Proses pembangunan sarana wisata pada kawasan taman nasional sesuai ketentuan peraturan perundangan memang dimungkinkan, tetapi hanya dapat dilakukan di ruang usaha pada Zona Pemanfaatan.
Baca Juga: Tim Advokasi Tolak Tambang Ajukan Uji Materiil PP 25 yang Berikan IUPK untuk Ormas Agama
Dengan pengaturan ruang ini, aktifitas investasi tidak akan terjadi di wilayah selain ruang usaha di zona pemanfaatan. Pengaturan zona juga akan membatasi akses di kawasan taman nasional. Masyarakat hanya dapat melakukan aktifitas di kawasan taman nasional yang sesuai dengan peruntukan zona, tidak diperkenankan melakukan aktifitas wisata di Zona Inti.
“KLHK sampai saat ini tidak pernah merencanakan pembangunan atau investasi wisata alam dalam bentuk yang masif di Taman Nasional Mutis Timau,” kata Mamat.
Selain itu dimungkinkan pula pembangunan sarana lain di zona khusus, misalnya pembangunan jalan, jaringan listrik dan komunikasi, pertahanan keamanan serta kegiatan lain sepanjang untuk kepentingan yang bersifat strategis dan tidak dapat dielakkan serta untuk penanggulangan bencana dan pemenuhan hajat hidup masyarakat. Sebagaimana pemenuhan air bagi masyarakat di Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Timor Tengah Utara serta pemenuhan kebutuhan jalan dan sarana listrik masyarakat di Desa Nenas, Desa Nuapin dan Desa Mutis yang terisolir karena berada di tengah Taman Nasional. [WLC02]
Sumber: PPID KLHK
Discussion about this post