Wanaloka.com – Semua korban bencana longsor yang menimpa tambang ilegal di Nagari Sungai Abu, Kecamatan Hiliran Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat dapat dievakuasi hingga penutupan proses evakuasi, Sabtu, 28 September 2024 pukul 23.00 WIB. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan sebanyak 13 orang ditemukan tewas dan 12 orang selamat dari total 25 korban yang tertimbun. Korban terakhir yang berhasil dievakuasi dalam operasi SAR gabungan ini adalah Zulmadinir (Dewa) dalam keadaan selamat pada pukul 20.50 WIB.
“Kendala utama dalam operasi ini kondisi medan yang sulit dijangkau dan cuaca hujan yang memperburuk akses. Lokasi kejadian di area blank spot, tanpa sinyal komunikasi,” jelas Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Abdul Muhari, Ahad, 29 September 2024.
Selanjutnya dilakukan upaya dukungan terhadap para korban mencakup pelayanan kesehatan, distribusi bantuan kemanusiaan, serta dukungan psikologis bagi korban yang selamat.
Baca Juga: Tambang Ilegal di Solok Longsor, 12 Tewas dan 2 Orang dalam Pencarian
Akibat penggalian lereng
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan, berdasarkan analisis dari data sekunder yang tersedia di Badan Geologi secara umum lokasi bencana diperkirakan merupakan perbukitan bergelombang dengan kemiringan lereng agak curam. Ketinggian lokasi gerakan tanah diperkirakan berada pada ketinggian 685 meter di atas.
“Gerakan tanah pada 26 September 2024 sekitar pukul 17.00 WIB di lokasi bekas penambangan emas ilegal di Nagari Sungai Abu terjadi setelah turun hujan dengan intensitas tinggi dan lama,” ujar Kepala PVMBG, Hadi Wijaya di Bandung, Sabtu, 28 September 2024.
Berdasarkan Peta Prakiraan Terjadi Gerakan Tanah bulan September 2024 di Solok, lokasi bencana termasuk dalam potensi terjadi gerakan tanah menengah. Zona ini dapat diartikan berpotensi terjadi aliran bahan rombakan dan gerakan tanah atau longsoran, terutama di daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan atau apabila lereng mengalami gangguan.
Baca Juga: Begini Siklus Zat Beracun Arsen Mengontaminasi Tubuh Melalui Makanan
“Gerakan tanah lama dapat aktif kembali akibat curah hujan yang tinggi dan erosi kuat,” terang Hadi.
Sementara berdasarkan peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah Sumatera Barat, lokasi bencana diperkirakan termasuk dalam Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah – Rendah. Wilayah dengan kategori ini, menurut Hadi mempunyai proporsi kejadian gerakan tanah lebih besar dari 15 persen sampai 30 persen dari total populasi kejadian.
Pada zona ini, gerakan menengah gerakan tanah dapat terjadi terutama di wilayah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir/lereng curam, tebing pemotongan jalan dan pada lereng yang mengalami gangguan. Gerakan tanah lama dan baru dapat terjadi atau aktif kembali apabila dipicu curah hujan tinggi dan/atau gempa bumi.
Baca Juga: Tim Advokasi Tolak Tambang Ajukan Uji Materiil PP 25 yang Berikan IUPK untuk Ormas Agama
Selain dipicu curah hujan tinggi, penyebab gerakan tanah lainnya akibat ada penggalian lereng dengan sudut yang terlalu curam atau tanpa penopang yang memadai. Ketika hujan deras turun, air pun meresap ke dalam retakan atau rekahan di lereng, meningkatkan tekanan air pori (pore pressure) sehingga menyebabkan tanah kehilangan stabilitas dan longsor.
Selain penggalian, penyebab lainnya adalah penggaliaan bawah tanah/batu/urat/ pembuataan rongga/ penggalian lereng menyebabkan keruntuhan lereng. Juga karena penambangan di area terdampak tidak memliki sistem drainase yang baik sehingga air hujan terkumpul di area galian dan lereng tambang menyebabkan pelarutan partikel tanah yang mempercepat proses erosi.
“Air yang tertahan di permukaan tanah juga menambah beban di lereng yang dapat memicu pergerakan tanah,” sambung Hadi.
Discussion about this post