Wanaloka.com – Perempuan petani asal Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Etik Linawati memaparkan berbagai kesulitan yang dihadapi para perempuan petani akibat perubahan iklim. Biaya produksi pertanian semakin tinggi, namun hasil panen menurun dan harga pasar fluktuatif.
“Ada enam bidang yang terdampak langsung pada perempuan petani akibat perubahan iklim. Dari sisi ekonomi, kesehatan, hubungan dengan keluarga, kelembagaan, lingkungan, dan sosial,” kata Etik.
Demi bertahan hidup, banyak perempuan petani terpaksa menjual aset keluarga, seperti sertifikat tanah dan perhiasan. Kondisi ini tak jarang memicu stress dan gangguan kesehatan mental di kalangan petani.
Baca Juga: Begini Kongkalikong Proyek Swasta Disulap Jadi PSN Rempang
Sebenarnya, salah satu solusi untuk mengatasi kondisi itu, menurut Etik adalah meningkatkan kreativitas perempuan petani dalam mengolah hasil panen. Namun dukungan dari pemerintah, terutama dalam hal pengolahan pasca panen, dirasakan masih sangat terbatas.
“Dana desa yang dialokasikan untuk pengolahan pasca panen sangat minim. Asuransi untuk gagal panen juga sulit untuk diakses,” tutur Etik.
Sementara, perempuan petani asal Blitar,Jawa Timur, Naning menyoroti isu kekeringan yang menyebabkan kelangkaan sumber daya air di wilayahnya.
Baca Juga: Longsor Tambang di Solok Berada di Zona Potensi Gerakan Tanah
“Kami terpaksa menunggu air irigasi pada malam hari, sehingga waktu istirahat berkurang dan produktivitas menurun,” kata dia.
Ketidakpastian musim juga menjadi penyebab gagal panen dan menurunnya kualitas hasil pertanian. Ia juga mengusulkan perlunya asuransi gagal panen serta keterlibatan aktif perempuan dalam pengambilan kebijakan di tingkat desa.
“Perempuan petani tidak hanya sekadar pendamping. Kami ingin dilibatkan dalam musyawarah desa dan rencana pembangunan pertanian,” tegas Naning.
Baca Juga: Tambang Ilegal di Solok Longsor, 12 Tewas dan 2 Orang dalam Pencarian
Sementara Perempuan petani asal Pati, Jawa Tengah, Gunarti menyoroti pentingnya peran generasi muda dalam pertanian.
“Mahasiswa pertanian, terutama dari IPB University, harus terjun langsung ke lapangan untuk membantu petani mengembangkan benih lokal unggul. Kami tidak bisa terus bergantung pada pemerintah,” ujar Gunarti.
Testimoni tiga perempuan petani itu disampaikan dalam kegiatan Rembug Petani Perempuan di Balai Rakyat Indonesia, Agribusiness and Technology Park (ATP), IPB University pada 25-26 September 2024. Acara tersebut digelar Tani dan Nelayan Center (TNC) IPB University bekerja sama dengan Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Gerakan Petani Nusantara (GPN), dan Lapor Iklim untuk memperingati Hari Tani Nasional 2024.
Baca Juga: Begini Siklus Zat Beracun Arsen Mengontaminasi Tubuh Melalui Makanan
Perbaikan sektor pertanian
Discussion about this post