Wanaloka.com – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tengah mempersiapkan delegasi Indonesia untuk hadir dalam Conference of the Parties (COP) ke-28 atau Konferensi Para Pihak anggota The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) atau Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim di Dubai, Persatuan Emirat Arab pada akhir November 2023. Dan gelaran COP 28 itu ditengarai berada di tengah persoalan dunia, yaitu Triple Planetary Crisis yang meliputi perubahan iklim, polusi, dan hilangnya keanekaragaman hayati.
“Ketiga persoalan itu mengindikasikankerusakan atmosfir, baik dengan simpton hilangnya biodiversity, ataupun dahsyatnya polusi. Ujungnya adalah kerusakan atmosfir, peningkatan emisi gas rumah kaca di tingkat global dan terjadinya perubahan iklim,” papar Menteri LHK Siti Nurbaya Abubakar saat memberikan pembekalan kepada para delegasi di Jakarta pada 4 Agustus 2023 lalu.
Persoalan tersebut menjadi tantangan global yang sedang dihadapi saat ini. Perlu kolaborasi dan kerjasama bilateral maupun multilateral guna mempertahankan masa depan yang tetap layak huni, yaitu planet Bumi.
Baca Juga: Ini Inovasi Teknologi Pengelolaan Sampah dari UGM
Siti menjelaskan, selama rentang hampir sembilan tahun sejak 2015, Indonesia terus berkomitmen untuk melakukan upaya penurunan emisi GRK dan menyampaikan berbagai dokumen wajib ke Sekretariat UNFCCC. Meliputi Third National Communication, 2nd dan 3rd Biennial Update Report, First Nationally Determined Contribution (1st NDC), Updated NDC, dan Strategi Jangka Panjang Pembangunan Rendah Karbon Berketahanan Iklim 2050 (Long Term Strategy Low Carbon and Climate Resilience 2050). Komitmen itu merupakan hasil perundingan sejak di Glasgow 2021, dimana negara-negara pihak diminta untuk memperkuat target NDC 2030 pada akhir 2022.
Pada 23 September 2022, Indonesia menyampaikan Enhanced Nationally Determined Contribution atau ENDC ke Sekretariat UNFCCC dengan mempertajam target reduksi emisi GRK dari 29 persen menjadi 31,89 persen dengan kekuatan nasional. Serta dari 41 persen menjadi 43,20 persen dengan dukungan internasional pada 2030.
Baca Juga: Ronny Rachman Noor: Satwa Liar Bukan Hewan Peliharaan
Indonesia juga mulai menyusun Second National Determined Contribution (SNDC) yang diselaraskan dengan Long Term Strategy Low Carbon and Climate Resilience 2050 dengan visi iklim Indonesia untuk mencapai net-zero emission pada 2060 atau lebih cepat. Harapannya, Indonesia dapat menyampaikan submisi SNDC ke UNFCCC pada 2024.
Siti menambahkan, ENDC dibangun dalam orientasi menuju kondisi penuruan 1,5 °C. Dengan exercise yang detil, Indonesia mendapatkan angka 43,2 persen kondisi CM 2 pada 2030. Angka itu kira-kira sama dengan target USA, yaitu 43 persen. Dan data penurunan emisi GRK Indonesia dalam record IGRK tercatat mengalami penurunan sebesar 47,28 persen pada 2020 dan 43,82 persen pada 2021. Prakiraan pada 2022 bisa lebih baik dengan indikasi karhutla yang tertangani lebih baik.
Baca Juga: Gempa Dalam Guncang Laut Jawa, BMKG Ingatkan Potensi Tsunami Selatan Jawa
Siti mengklaim keberhasilan penurunan emisi GRK pada 2020 berasal dari FOLU, yakni menjadi 182 juta ton CO2 eq emisi, dari semula lebih dari 900 juta ton CO2 eq emisi pada 2019. Pemerintah saat ini sedang bekerja keras untuk menurunkan emisi GRK sektor energi setelah usaha-usaha di sektor FOLU yang dikelola. Target penurunan emisi GRK melalui strategi mencapai NZE, yaitu elektrifikasi, moratorium PLTU, membangun sumber energi baru dan EBT serta penerapan efisiensi energi.
Siti juga menyampaikan, ada dua ilmuwan Indonesia yang terpilih pada Pertemuan IPCC ke-59 pada 25-28 Juli 2023 lalu di Nairobi, Kenya. Mereka terpilih menjadi anggota IPCC, yakni menjadi Vice-Chair Working Group I yaitu Prof. Edvin Aldrian serta anggota Task Force Bureau, Dr. Joni Jupesta. Para ilmuwan tersebut akan bekerja dalam Seventh Assessment Cycle guna mempersiapkan Assessment Report ke-7.
Discussion about this post