Wanaloka.com – Polistirena (PS) adalah salah satu jenis plastik yang paling umum digunakan dalam produk sehari-hari. Padahal polistirena berkontribusi besar terhadap polusi mikroplastik yang mencemari air dan tanah.
Namun penggunaan polistirena di Indonesia terus meningkat setiap tahun, sehingga permintaan bahan baku plastik semakin tinggi. Akibatnya limbah PS juga meningkat signifikan dan memerlukan penanganan yang tepat. Sementara produksi nasional plastik yang relatif tidak meningkat, menyebabkan konsumen industri lokal harus bergantung pada impor.
Direktur Industri Kimia Hilir dan Farmasi IKFT, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Emmy Suryandari merasa prihatin terhadap dampak lingkungan dari polistirena sebagai bahan yang sulit terurai secara alami. Salah satu langkah konkret pemerintah untuk mengatasi masalah ini ialah melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor P.75/2019.
Baca Juga: Hari Ozon Sedunia 2024, Pemerintah Klaim Turunkan HCFC 55 Persen Tahun 2023
“Permen itu mewajibkan produsen untuk menyusun peta jalan pengurangan sampah hingga 30 persen pada tahun 2029,’’ ucap Emmy saat Focus Group Discussion (FGD) Roadmap to Sustainability, Jum’at, 13 September 2024. Gelaran FGD ini diusung Pusat Riset Sistem Produksi Berkelanjutan dan Penilaian Daur Hidup (PRSPBPDH), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bekerjasama dengan Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) Surabaya, dengan tema “Menuju Industri dan Rantai Pasok Polystyrene yang Bertanggungjawab”.
Sementara Direktur Pengurangan Sampah, Ditjen Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 (PSLB3), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Vinda Damayanti Ansjar menekankan bahwa regulasi ini merupakan tonggak penting dalam memaksa produsen untuk mengurangi dampak lingkungan dari produk mereka.
Menurut dia, sektor manufaktur, jasa makanan, dan produsen makanan wajib untuk membuat road map pengurangan sampah dan menerapkan strategi 3R, yakni Reduce, Reuse, Recycle guna mencapai target yang ditetapkan. Namun, tantangan besar tetap ada dalam implementasi regulasi ini, terutama dalam hal pengawasan dan pemantauan produsen.
Baca Juga: Melihat Jejak Pembentukan Pulau Jawa di Karangsambung Kebumen
Vinda menekankan pentingnya penerapan ekonomi sirkular sebagai solusi jangka panjang dalam pengelolaan sampah plastik. Ekonomi sirkular mengedepankan pendekatan yang berfokus pada pengurangan penggunaan sumber daya alam dan limbah melalui optimalisasi siklus hidup produk.
“Konsep ekonomi sirkular tidak hanya tentang daur ulang, tetapi juga bagaimana kita bisa memanfaatkan sumber daya secara maksimal dari awal hingga akhir,” jelas Vinda.
Ekonomi sirkular
Sementara itu Kepala Pusat Riset Sistem Produksi Berkelanjutan dan Penilaian Daur Hidup BRIN, Nugroho Adi Sasongko mengatakan, FGD menjadi ajang penting untuk membahas strategi transformasi industri plastik di Indonesia. Baik dalam konteks ekonomi sirkular, keberlanjutan lingkungan serta potensi aplikasi polistirena (PS) foam diberbagai sektor industri.
Baca Juga: Gempa Berau M5.5 Dipicu Sesar Sangkulirang yang Pernah Terjadi 1921
Dalam paparannya, Nugroho menggarisbawahi bahwa industri plastik Indonesia perlu beralih dari model ekonomi linear menuju ekonomi sirkular yang lebih berkelanjutan.
Discussion about this post